Ketika Syaikh Ibnu Baz –rahimahullah- Menangis…

http://shobru.files.wordpress.com/2008/04/13880blue_sky.jpgAir mata yang mulia Syaikh Ibnu Baz bukanlah miliknya (tidak dapt beliau tahan). Matanya seringkali mengalahkan beliau ketika dibacakan ayat-ayat dari Kitabullah, atau diperdengarkan kepadanya suatu peristiwa dari sejarah Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, atau ketika dikisahkan kepadanya suatu kisah yang mengharukan, baik yang terjadi di masa lalu, maupun yang sedang terjadi. Inilah murid-murid beliau yang mengisahkan.

Kami telah bertanya kepada salah satu murid Syaikh tentang saat-saat yang paling jelas di mana Syaikh Ibnu Baz biasanya tidak dapat menahan tangisnya. Maka murid Syaikh menjawab: “Guru kami mudah menangis. Beliau sering menangis hingga air matanya bercucuran. Beliau menangis ketika mengingat janji dan ancaman Allah Ta’ala. Beliau pun menangis ketika kaum muslimin di timpa berbagai musibah. Juga ketika terjadi sebagian hal yang asing dalam agama, dimana hal itu merupakan musibah yang paling besar. Beliau pun kerap menangis ketika menyebut-nyebut Salafush Shalih dan keadaan-keadaan mereka dalam hal kezuhudan dan kesempitan hidup mereka. Beliau juga menangis ketika mengingat guru-guru atau rekan-rekan beliau yang telah meninggal mendahului beliau. Atau ketika takdir-takdir Allah Ta’ala menimpa mereka.

Kelembutan Hati Beliau

Menyempurnakan kisah di atas, salah seorang murid Syaikh Ibnu Baz yang telah mengikuti kajian beliau sejak 1399H berkata, “Syaikh -rahimahullah- memiliki hati yang lembuh dan sangat peka terhadap ayat-ayat al Qur’an atau hadits-hadits Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang beliau dengar. Begitu pula ketika beliau mendengar sejarah hidup para Sahabat –radhiyallahu ‘anhum-. Banyak ayat-ayat dari Kitabullah yang membuat Syaikh terhenti membacanya karena sangat menyentuh hati dan membuat beliau menangis dikarenakan ancaman Allah Ta’ala dalam ayat tersebut. Demikian pula ketika beliau membaca ayat yang menyebutkan janji Allah berupa kenikmatan-kenikmatan.

Seringkali sebuah hadits menyentuh kesedihan Syaikh sehingga beliau menangis karena terpengaruh akan kandungan hadits tersebut, seperti qishshatul ifki[1], taubatnya Ka’b bin Malik, dan hadits-hadits lainnya.

Dikisahkan bahwa Syaikh dibacakan hadits:

Sesungguhnya nama yang paling hina pada sisi Allah adalah seseorang yang diberi nama malikul muluuk (raja diraja), tidak ada raja kecuali Allah.” [HR.Bukhari no.5852 & Muslim no.3143]

Sufyan berkata, “Seperti Syahan Syah.”

Yang membacakan hadits di atas kepada Syaikh adalah seorang murid beliau, dan ia membacanya Syahin Syah. Maka Syaikh berkata untuk mengoreksi bacaan tersebut. “Yang benar: Syahan Syah. Saya pun pernah membacakan hadits itu kepada Syaikh yang mulia al-‘Allamah Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh rahimahullah…”

Maka Syaikh Ibnu Baz menangis tak dapat beliau tahan, karena beliau teringat gurunya, yakni al-‘Allamah Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh rahimahullah.”

Inilah peristiwa yang tidak akan pernah saya lupakan. Air mata guru kami bercucuran membasahi kedua pipinya. Saya tidak akan melupakan selama-lamanya.

Nampak sekali bahwa sejarah perikehidupan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- (beserta para Sahabatnya) memberikan pengaruh yang sangat mendalam di hati guru kami, Syaikh Ibnu Baz. Hal ini terlihat dari banyaknya berita tentang hal ini. Di antaranya yang diberitakan oleh al-Akh ‘Abdullah ar-Ruqi, ia menceritakan sebagiannya kepada kami.

Saya ceritakan lagi sebagian darinya: Syaikh Ibnu Baz menangis ketika mengisahkan tertinggalnya Ka’b bin Malik -radhiyallahu ‘anhu- dari perang Tabuk. Beliau pun menangis ketika menceritakan kisah ‘Aisyah Ummul Mukminin –radhiyallahu ‘anha- yang dituduh berbuat keji oleh orang-orang munafik (hadiitsul ifki). Beliau pun menangis ketika membaca hadits Jarir bin ‘Abdillah al-Bajali yang diriwayatkan oleh Ahmad (I/75-77) atau (no.18677) berdasarkan penomoran Ihya-ut Turats. Hadits tersebut menceritakan tentang salah seorang dari kaum padang pasir pedalaman yang masuk Islam, kemudian dilemparkan hewan tungganganya hingga meninggal. Lalu Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

“Ia sedikit beramal, tetapi diberi pahala yang banyak.”

Beliau pun menangis ketika mengisahkan bai’at (janji setia) dari kaum Anshar –radhiyallahu ‘anhum- kepada Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- pada Bai’atul ‘Aqabah yang kedua. Demikian pula ketika dibacakan kepada beliau bab Fathu Makkah (kisah kemenangan kaum Muslimin atas kaum musyrikin di Makkah) dari kitab Zaadul Ma’aad.

Ketika dibacakan kisah-kisah tersebut beliau beliau banyak membaca shalawat kepada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

Dan masih banyak lagi (kisah-kisah) lain yang terlalu panjang untuk diceritakan.

Dengarkanlah tangisan Syaikh Ibnu Baz ketika beliau mengingat gurunya: Syaikh Muhammad bin Ibrahim -rahimahullah-, yang dapat Anda download di:

Http://www.sohari.com/nawader_v/monawa3/ben-baz-ben-braheem.ram

Juga disini:

http://mypage.ayna.com/an4/es/rm (not valid-admin)

Mengenal kisah ‘Aisyah Ummul Mukminin yang dituduh berbuat keji oleh orang-orang munafik (hadiitsul ifki), al-Akh Fahd as-Sunaidi berkata, “Belum pernah Syaikh begitu terpengaruh dengan suatu kisah seperti terpengaruhnya beliau ketika dibacakan hadiitsul ifki, karena Syaikh menangis lama sekali. Dengarkan tangisan beliau di saat seperti di:

http://saaid.net/Doat/ehsan/afk.rm

Syaikh pun tidak dapat menahan tangisnya ketika dibacakan perkataan Abu Bakar ash-Shiddiq -radhiyallahu ‘anhu- ketika Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- wafat:

“Barangsiapa yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah meninggal. Dan barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup tidak akan pernah mati.” [HR.Bukhari no.3467]

Foot Note:

[1] Kisah mengenai ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang dituduh berbuat keji oleh orang-orang munafik.

Sumber: Disalin ulang dari buku “Mengapa Anda Sulit Menangis”, Abul Faraj al-Misri & Abu Thariq Ihsan b.Muhammad b.’Ayisy al-‘Utaibi, Pustaka Ibnu Umar, Hal.96-100. Judul asli: Al-bukaa-u min khasyyatillah, asbaabuhuu, wa mawaani’uhuu, wa thuruqu tahshilihii.

Posted on Juli 17, 2011, in Kisah Para Ulama and tagged , , , . Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan komentar