LDII: Runtuhnya Dinasti LDII [Dialog 2] (3)

Sebelum membaca dialog yang kedua ini, kami mohon kepada ikhwah semuanya untuk membaca dialog-dialog sebelumnya, yaitu pada artikel “Nasihat Untuk Kembali ke Manhaj Salafus Sholih” dan “Runtuhnya Dinasti LDII (Dialog 1)”. Dan ini sangat kami sarankan karena antar artikel tersebut memiliki tautan yang sangat erat, dan tidak akan bisa secara utuh memahami tulisan ustadz ini kecuali dengan membaca dan memahami artikel-artikel sebelumnya.

***

Adapun pertanyaan saudara Luqman Taufiq selanjutnya, yaitu:

Luqman Taufiq berkata,
“Kalo kita tidak punya imam, tdk membaiatnya, kemudian tdk bergabung dengan jamaah yg ada imam tsb, maka kita dihukumi masih belum islam alias kafir. adapun dalil yg di gunakan :
a. Dan barangsiapa mati sedang tidak ada ikatan bai’at pada lehernya maka ia mati seperti matinya orang jahiliyah.” (HR. Muslim) Mohon di jelaskan bagaimana Praktek kita mengamalkan bai’at utk kondisi saat ini, apakah mati jahiliyyah tsb sama dgn penjelasan ulama ldii yaitu mati sebelum datangnya islam (kafir)?
b. Innahu laa islama illaa bi-jamaatin, wa-laa jamaatin illaa bi-imaara-tin, wa-laa imaaratina illa bi- taatin”….Sesungguhnya tidak ada Islam tanpa Jama’ah dan tidak ada Jama’ah tanpa Imarah (pimpinan) dan tidak ada Imarah tanpa taat (kepatuhan)…… (Riwayat Ad-Daarimi bab Dziha- bul ‘ilm)
Mohon Penjelasan ttg hadist mauquf tsb, apakah hadist tsb shohih ataukah dhoif, kalo dhoif sebabnya apa dan kalo shohih bagaimana syarah yang bener menurut penjelasan para ulama?”

Jawaban:
Semoga Allah Ta’ala memberikan balasan yang sebesar-besarnya atas kejujuran saudara Luqman Taufiq ini, kejujuran dengan mengakui bahwa LDII mengajarkan bahwa setiap orang yang tidak bergabung dengannya secara khusus atau secara umum tidak memiliki Imam, maka keislamannya tidak sah. Dan pada kesempatan ini saya hendak menyampaikan kabar gembira kepada saudara kita Luqman Taufiq, berupa sabda Nabi shollallahu’alaihiwasallam:

عليكم بالصدق فإن الصدق يهدي إلى البر، وإن البر يهدي إلى الجنة، وما يزال الرجل يصدق ويتحرى الصدق حتى يكتب عند الله صديقا، وإياكم والكذب، فإن الكذب يهدي إلى الفجور وإن الفجور يهدي إلى النار ولا يزال الرجل يكذب ويتحرى الكذب حتى يكتب عند الله كذابا. متفق عليه

“Hendaknya kalian berbuat jujur, karena kejujuran akan menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan akan menunjukkan kepada surga, dan tidaklah seseorang senantiasa berbuat jujur dan berusaha untuk berbuat jujur hingga akhirnya dicatat di sisi Allah sebagai shiddiq (orang yang senantiasa jujur). Dan Jauhilah perbuatan dusta, karena kedustaan akan menunjukkan kepada kekejian, dan kekejian akan menunjukkan kepada neraka, dan tidaklah seseorang berbuat dusta dan berusaha untuk berdusta, hingga akhirnya dicatat di sisi Allah sebagai kazzab pendusta.” (Muttafaqun ‘alaih)

Adapun yang berkenaan dengan makna hadits yang dipertanyakan oleh saudara Taufiq Lukman, maka di atas telah dijabarkan makna “mati dalam keadaan jahiliyyah”.

Yang ingin saya tambahkan disini ialah: wahai saudaraku sekalian! Ketahuilah ini adalah rahasia berbagai perilaku nyleneh dan ketertutupan kaum LDII. Mereka meyakini bahwa selain kelompoknya adalah kafir karena tidak berbai’at dengan imamnya, sehingga keislamannya/ilmunya tidak mangkul. Dan (menurut mereka) setiap yang kafir adalah najis, sebagaimana yang telah saya bahas pada dialog pertama.

Bila diamati dan dicermati lebih mendalam, maka sebenarnya doktrin ini bukanlah hasil karya Nur Hasan Ubaidah pendiri LDII, akan tetapi ia hanyalah sekedar menjiplak (orang LDII akan membacanya: mencuri) doktrin yang telah lama dianut oleh sekte Syi’ah Imamiyyah. Syi’ah Imamiyyah mensyaratkan agar keislaman seseorang sah untuk membai’at imam yang ma’shum (tidak memiliki kesalahan), demikian juga halnya LDII, setiap orang muslim harus membai’at Imam Bithonah yang menurut mereka ma’shum, sehingga Al Qur’an dan hadits yang tidak dibacakan oleh Imam Bithonah atau perwakilannya tidak sah dan syahadatain yang tidak dibacakan dan dibimbing oleh Imam Bithonah atau agennya maka tidak sah, karena Al Qur’an, Hadits dan ucapan Syahadat tersebut (menurut doktrin mereka) adalah hasil curian, alias palsu atau bajakan atau tiruan, atau imitasi dan tidak asli. Innnalillahi wa inna ilaihi raji’un.

Ini adalah sumber kesalahan mereka dan dua alasannya (yaitu bai’at dan mangkul) telah saya jabarkan pendalillan dan bantahannya. Dan pada kesempatan ini saya ingin sedikit manambahkan tentang keislaman orang yang ilmu atau syahadatnya tidak mangkul ala LDII dan tidak berbai’at kepada imam bithonah ala LDII.

عن أسامة بن زيد رضي الله عنهما يقول: بعثنا رسول الله صلى الله عليه و سلم إلى الحرقة، فصبحنا القوم فهزمناهم، ولحقت أنا ورجل من الأنصار رجلا منهم، فلما غشيناه، قال: لا إله إلا الله، فكف الأنصاري عنه، فطعنته برمحي حتى قتلته. فلما قدمنا بلغ النبي صلى الله عليه و سلم فقال: يا أسامة أقتلته بعد ما قال لا إله إلا الله؟ قلت: كان متعوذا. فما زال يكررها حتى تمنيت أني لم أكن أسلمت قبل ذلك اليوم. متفق عليه

Usamah bin Zaid rodiallahu’anhu berkata: “Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam mengutus kami ke al-Hirqah, maka kami menyerang mereka pada waktu pagi hari, dan kami berhasil menaklukkan mereka, kemudian aku dan seseorang dari al-Anshor mengejar salah seorang dari mereka, maka ketika kami berhasil menangkapnya, dia berkata: laa ilaaha illallah, maka orang anshor tadi menahan diri, sedangkan aku tetap menusuknya dengan tombakku, hingga akhirnya aku membunuhnya, maka ketika kami pulang, sampailah berita itu kepada Nabi shollallahu’alaihiwasallam, beliau berkata: Wahai Usamah! Apakah kamu bunuh dia setelah ia berucap laa ilaaha illallah? Aku berkata: ia mengucapkannya hanya ingin berlindung diri dariku, dan senantiasa beliau mengulangi pertanyaan tersebut, sampai-sampai aku berangan-angan seandainya aku tidak masuk Islam sebelum hari itu. (Muttafaqun’alaihi)

Dan pada riwayat Imam Muslim disebutkan:

فكيف تصنع بلا إله إلا الله إذا جاءت يوم القيامة؟ قال: يا رسول الله، استغفر لي. قال: وكيف تصنع بلا إله إلا الله إذا جاءت يوم القيامة؟ قال فجعل لا يزيده على أن يقول: كيف تصنع بلا إله إلا الله إذا جاءت يوم القيامة؟

“Bagaimana sikapmu dengan syahadat “la ilaha illallah” bila kelak datang pada hari qiyamat? Usamah pun berkata: Wahai Rasulullah, mohonkanlah ampunan untukku. Beliau kembali bersabda: Bagaimana sikapmu dengan syahadat “la ilaha illallah” bila kelak datang pada hari qiyamat? Beliau tidaklah menjawab permohonan Usamah ini selain dengan sabdanya ini: Bagaimana sikapmu dengan syahadat “la ilaha illallah” bila kelak datang pada hari qiyamat?”

Bukankah orang yang dibunuh oleh Usamah bin Zaid ini dibunuh dalam keadaan tidak membai’at dan ilmunya juga tidak mangkul, karena ia mengucapkan syahadat “la ilaha illallah” di bawah ancaman pedang??!!

Dan pada kesempatan ini saya juga ingin bertanya kepada kaum LDII:

Bagaimana sikapmu dengan syahadat “la ilaha illallah” yang telah diucapkan oleh seluruh umat islam yang tidak tergabung dalam kelompokmu bila kelak datang pada hari qiyamat? Akankah kaum LDII mengatakan bahwa syahadat mereka adalah syahadat hasil curian, dan Al Qur’an serta Hadits yang diajarkan dan diimani oleh selain kelompok LDII adalah Al Qur’an dan Hadits curian sehingga tidak sah dan palsu?

Jawablah wahai LDII dengan tegas dan jangan lagi anda menjadi pengecut dengan menjawab: “Jawablah sendiri…”

Tapi kalau takut terbongkar kedok kalian, maka itu adalah bukti nyata pada diri anda sekalian akan kesesatan dan kehinaan diri kalian yang telah mendustai hati nurani sendiri.

Adapun penerapan bai’at pada masa kita ini dan di negeri kita Indonesia, maka sebagaimana yang diketahui oleh setiap orang, kita memiliki pemerintahan yang sah, yang mengatur urusan umat, menjaga keamanan, keutuhan negeri umat islam, dst. Maka kita sebagai umat islam tidaklah dibolehkan untuk membai’at pemimpin baru baik Imam Bithonah atau Imam Batholah (pemimpin pengangguran) atau Imam Bathonah (pemimpin orang-orang yang berperut gendut).

Kewajiban kita ialah berjuang menegakkan kebenaran bersama pemimpin kita dan mendakwahi serta menasehati pemimpin kita bila ia melakukan kesalahan atau kesesatan, dan semua itu dilakukan dengan cara-cara yang bijak sehingga tidak membangkitkan fitnah, sebagaimana diwasiatkan Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam kepada umatnya:

من ولي عليه وال فرآه يأتي شيئا من معصية الله فليكره ما يأتي من معصية ولا ينـزعنَّ يدا من طاعة

“Barang siapa yang berada di bawah kepemimpinan seorang wali (pemerintah) dan ia melihatnya melakukan suatu kemaksiatan kepada Allah, hendaknya ia membenci tindak kemaksiatannya, dan jangan sekali-kali mencabut ikrar ketaatan.” (HR. Muslim, Ahmad)

إن الله يرضى لكم ثلاثا ويسخط لكم ثلاثا يرضى لكم أن تعبدوه ولا تشركوا به شيئا وأن تعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا وأن تناصحوا من ولاه الله أمركم

“Sesungguhnya Allah meridhoi untuk kalian tiga hal: Kalian beribadah kepada Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, kalian berpegang teguh dengan tali (syariat) Allah dan tidak berpecah-belah, dan kalian menasehati orang yang Allah jadikan pemimpin atasmu.” (Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab Al Muwattha’, dan Imam Ahmad)

يكون بعدي أئمة لا يهتدون بهداي ولا يستنون بسنتي وسيقوم فيهم رجال قلوبهم قلوب الشياطين في جثمان إنس، قال: قلت : كيف أصنع يا رسول الله إن أدركت ذلك ؟ قال: تسمع وتطيع للأمير وإن ضُرِبَ ظهرك وأخذ مالك فاسمع وأطع.

“Akan ada setelahku nanti para pemimpin yang tidak menjalankan petunjukku dan tidak mengikuti sunnahku, dan akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya seperti hati setan di dalam tubuh manusia. Hudzaifah berkata: ‘Aku katakan: Apa yang harus kulakukan ya Rasulullah jika aku mengalami hal itu?’ beliau bersabda: ‘Engkau mendengar dan menta’ati kepada pemimpin, walaupun punggungmu dipukul dan hartamu diambil, dengar dan ta’atilah’.” (Riwayat Imam Muslim)

Adapun ucapan sahabat Umar bin Khatthab rodiallahu’anhu berikut ini:

لا إسلام إلا بجماعة، ولا جماعة الا بإمارة، ولا إمارة إلا بطاعة، فمن سوده قومه على الفقه كان حياة له ولهم ومن سوده قومه على غير فقه كان هلاكا له ولهم . رواه الدارمي

Sesungguhnya tidak ada Islam tanpa Jama’ah (persatuan) dan tidak ada Jama’ah tanpa Imarah (kepemimpinan) dan tidak ada Imarah/kepemimpinan tanpa ketaatan (kepatuhan). Barang siapa yang dijadikan pemimpin oleh kaumnya karena ilmunya/pemahamannya maka akan menjadi kehidupan bagi dirinya sendiri bagi dan juga bagi mereka, dan barang siapa yang dijadikan pemimpin oleh kaumnya tanpa memiliki ilmu/pemahaman, maka akan menjadi kebinasaan bagi dirinya dan juga bagi mereka. (Riwayat Ad Darimy)

Maka ucapan beliau ini tidak ada bedanya dengan hadits-hadits di atas, sehingga tidak dapat dipahami sebagaimana pemahaman LDII, dengan berbagai penjelasan yang telah saya sebutkan di atas (silahkan dibaca artikel-artikel sebelumnya -ed).

Ditambah lagi sanad ucapan Umar bin Khatthab rodiallahu’anhu bila ditinjau dari segi ilmu hadits, maka sanadnya lemah dengan dua sebab:

  1. Sofwan bin Rustum majhul (tidak diketahui status kredibilitasnya), sebagaimana dinyatakan oleh Az Zahabi dalam kitabnya Lisanul Mizan 3/191, dan disetujui oleh Al Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Mizanul I’itidal 3/433.
  2. Inqitho’ antara Abdurrahman bin Maisarah dengan sahabat Tamim Ad Dary yang meriwayatkan ucapan sahabat Umar bin Khatthab ini.

Dan seandainya shahih pun, maka ucapan sahabat Umar ini justru menjadi hujjah atas orang-orang LDII yang telah membai’at orang-orang yang tidak berilmu, bahkan banyak salah paham, atau bahkan sengaja salah paham, la haula wala quwwata illa billah.

Ini membuktikan kebenaran sabda Nabi shollallahu’alaihiwasallam berikut ini:

إن الله لا يقبض العلم انتزاعا ينتزعه من العباد ولكن يقبض العلم بقبض العلماء حتى إذا لم يبق عالما اتخذ الناس رؤوسا جهالا فسئلوا فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا. متفق عليه

“Sesungguhnya Allah tidaklah mengangkat ilmu dengan cara mencabutnya dari manusia, akan tetapi Ia mengangkat ilmu dengan cara mematikan para ulama’, hingga bila Allah tidak menyisakan lagi seorang ulama’-pun, niscaya manusia akan mengangkat orang-orang bodoh sebagai pemimpin mereka, kemudian mereka ditanya, dan mereka pun menjawab dengan tanpa ilmu, maka mereka pun sesat dan menyesatkan.” (Muttafaqun ‘alaih)

Kemudian menanggapi pertanyaan saudara Luqman Taufiq berikut ini:

Luqman Taufiq berkata,
“mau nambah lagi:
warga ldii kalo haji di perbolehkan sholat di belakang imam masjidil harom maupun imam masjid nabawi (setau ane di luar itu tidak boleh) dengan alasan bahwa apa yg di pelajari oleh imam-2 masjidil harom tersebut sama dgn apa yang dibawa oleh abah H Nur Hasan. dikatakan bahwa mrk para ulama mekah medinah imamnya bukan Raja saudi melain ada imam tersembunyi atau istilah kami imam bithonah. Jadi kesimpulan kami bahwa imam-2 tsb adalah orang jamaah oleh krn itu kita boleh sholat dibelakang mereka. Pertanyaannya;
1. Apa betul Imam-2 masjidil harom maupun masjid nabawi menharamkan kitab karangan?( Istilah kami kitab di luar kutubussittah, atau kitab terjemahan, pendapat-2 seseorg)
2. Apa betul Imam-2 Masjidil harom dan Nabawi tsb memiliki imam Bithonah? ataukah imamnya rajanya?
3. Bisa Ngga ustadz menampilkan sekilas biografi imam-2 masjidil harom dan nabawi saat ini, dimana belajarnya mereka, trus siapa yg menunjuk mereka menjadi imam masjid?
Selama ini subhat yg beredar bahwa kami memiliki hubungan dengan imam-2 masjid tersebut, jadi ilmunya sama antara mereka dan ulama kami. Dan kami terus terang miskin sekali ttg info masalah ini. barang kali ustadz yg udah bertahun-2 di madinah bisa menjelaskan kpd kami secara gamblang dan ilmiah.”

Jawaban:
Ini bukanlah kedustaan dedengkot LDII untuk yang kali pertama, akan tetapi dusta telah menjadi senjata dan tameng untuk menutup-nutupi kenylenehannya dan kesesatannya.

Perlu diketahui, bahwa seluruh Imam masjid Haram di Mekkah dan Masjid nabawi di madinah adalah pegawai negeri di kerajaan Saudi Arabia:

Di Masjid Haram Mekkah:

  1. Syeikh Sholeh Bin Abdullah bin Humaid: Beliau adalah ketua Majlis Syura’ (Semacam DPR/DPA) di indonesia.
  2. Syeikh Abdurrahman As Sudais, beliau adalah alumnus kemudian dosen di Ummul Qura University.
  3. Syeikh Su’ud As Suraim beliau juga dosen di Universitas yang sama.
  4. Syeikh Usamah bin Abdullah Al Khoyyath, beliau adalah salah seorang hakim/qodhi di Pengadilan Negeri Makkah. (Mereka berempat adalah alumnus Ummul Qura University)
  5. Syeikh Muhammad bin Abdullah As Subayyil, maka beliau adalah Kepala Ri’asah ‘Amah Li Syuunil Masjidil Haram Wa Masjid Al Nabawi (Direktorat yang mengurusi masalah masjid Haram dan masjid Nabawi).

Di Masjid Nabawi Medinah:

  1. Syeikh Ali Bin Abdurrahman Al Huzaifi, beliau adalah alumnus Islamic University Of Madinah, dan sekaligus dosen di Universitas tersebut.
  2. Syeikh Solah Al Budair, beliau adalah salah seorang hakim di Pengadilan Negeri Madinah.
  3. Syeikh Husain Alus Syeikh, beliau adalah salah seorang hakim di Pengadilan Negeri Madinah.
  4. Syeikh Abdur Bari As Tsubaity, beliau adalah alumnus Islamic University of Madinah, dan Dosen di Kuliah Muallimin (semacam IKIP di Indonesia dahulu).
  5. Syeikh Abdulmuhsin bin Muhammad Al Qasim, beliau adalah alumnus King Muhammad bin Sa’ud University.

Yang menunjuk mereka menjadi imam di kedua masjid tersebut ialah Raja Kerajaan Saudi Arabia, atas usulan dari Direktorat yang mengurus kedua masjid tersebut.

Dan perlu diketahui bahwa mereka semua itu mendapatkan gaji tetap dari pemerintah Kerajaan Saudi Arabia serta berbagai fasilitas atas jabatan sebagai imam Masjid Haram atau Masjid Nabawi tersebut.

Dengan demikian jelaslah bahwa imam mereka adalah Raja Kerajaan Saudi Arabia, dan bukan Imam Bithonah apalagi Imam Batholah (pengangguran) sebagaimana kedustaan murahan dan bodoh yang dipropagandakan oleh dedengkot LDII guna membodohi umatnya. Apa lagi sampai imamnya adalah dari kalangan LDII.

Demikianlah betapa kejinya tokoh-tokoh LDII terhadap ummatnya, sampai menjadikan mereka tega menipu dan membodohi pengikutnya sendiri.

اللهم ربَّ جبرائيلَ وميكائيلَ وإسرافيلَ فاطَر السَّماواتِ والأرضِ، عالمَ الغيبِ والشَّهادة، أنتَ تحْكُمُ بين عِبَادِك فيما كانوا فيه يَخْتَلِفُون، اهْدِنَا لِمَا اخْتُلِفَ فيه من الحق بإِذْنِكَ؛ إنَّك تَهْدِي من تَشَاء إلى صراط مستقيم. وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين. والله أعلم بالصَّواب، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين.

“Ya Allah, Tuhan malaikat Jibril, Mikail, Israfil, Dzat Yang telah Menciptakan langit dan bumi, Yang Mengetahui hal yang gaib dan yang nampak, Engkau mengadili antara hamba-hambamu dalam segala yang mereka perselisihkan. Tunjukilah kami -atas izin-Mu- kepada kebenaran dalam setiap hal yang diperselisihkan padanya, sesungguhnya Engkau-lah Yang menunjuki orang yang Engkau kehendaki menuju kepada jalan yang lurus. Shalawat dan salam dari Allah semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan seluruh sahabatnya. Dan Allah-lah Yang Lebih Mengetahui kebenaran, dan akhir dari setiap doa kami adalah: “segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam.”

***
Penulis: Ustadz Muhammad Arifin Badri

Posted on Juli 3, 2008, in LDDI and tagged , . Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: