Hadits-Hadits Palsu & Lemah Yang Populer & Sering Disebut di Bulan Ramadhan
Sesungguhnya segala pujian hanya bagi Allah, kami menyanjung-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya, memohon ampunan kepada-Nya, dan kami juga berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa-jiwa kami dan dari kejelekan amalan-amalan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka sungguh dia termasuk orang yang mendapatkan hidayah, dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada seorang pun yang bisa memberikan petunjuk kepadanya.
Dan aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi dengan benar kecuali Allah satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.
Adapun setelah itu, bahwasanya sebaik-baik perkataan adalah Kalamullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa’ala alihi wasallam, dan bahwasanya sejelek-jelek perkara adalah segala sesuatu yang diadakan-adakan, dan segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama ini adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.
Kemudian setelah itu, ketahuilah bahwasanya perbuatan dusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan penyakit berbahaya dan sulit diobati yang telah menyebar (di tengah-tengah umat) seperti menyebarnya api pada tumbuhan yang kering. Pernyakit ini merupakan penjerumus ke dalam kebid’ahan, kesesatan, khurafat, menentang dalil, serta menyimpang dari jalan yang lurus dan jalan kaum mu’minin. Berdusta atas nama nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga menyebabkan pelakunya pantas untuk mendapatkan ancaman berupa tempat duduk dari neraka.[1]
Saudara pembaca sekalian, akan kami sebutkan untuk anda beberapa hadits yang dusta (palsu) atas nama nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga hadits dha’if (lemah) yang sering disebut pada bulan yang penuh barakah ini, dengan harapan agar anda berhati-hati darinya, tidak mencampuradukkan antara al-haq dengan al-bathil, dan agar urusan (agama) anda benar-benar di atas ilmu.
HADITS PERTAMA
لَوْ يَعْلَمُ الْعِبَادُ مَا فِي رَمَضَانَ لَتَمَنَّتْ أُمَّتِي أَنْ يَكُوْنَ السَّنَة كُلّهَا
“Kalau seandainya hamba-hamba itu tahu apa yang ada pada bulan Ramadhan (keutamaannya), maka niscaya umatku ini akan berangan-angan bahwa satu tahun itu adalah bulan Ramadhan seluruhnya.”
Hadits ini adalah hadits yang didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (palsu).
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah di dalam Shahihnya [III/190], Abu Ya’la Al-Mushili di dalam Musnadnya [IX/180], dan selain keduanya.
Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Jarir bin Ayyub. Tentang rawi yang satu ini, para ulama telah menjelaskan keadaannya, di antaranya:
Abu Nu’aim Al-Fadhl bin Dukain mengatakan bahwa dia suka memalsukan hadits.
Al-Bukhari, Abu Hatim, dan Abu Zur’ah mengatakan bahwa dia adalah Munkarul Hadits.
Ibnu Khuzaimah mengatakan: “Jika haditsnya shahih …”[2]
Ibnul Jauzi dalam kitabnya Al-Maudhu’at [II/103] dan juga Asy-Syaukani dalam Al-Fawa’id Al-Majmu’ah [hal. 74] menghukumi dia (Jarir bin Ayyub) adalah perawi yang suka memalsukan hadits -yakni pendusta-.
Lihat Lisanul Mizan [II/302] karya Ibnu Hajar.
HADITS KEDUA
رَجَبٌ شَهْرُ اللهِ وَشَعْبَانُ شَهْرِيْ وَرَمَضَانُ شَهْرُ أمَّتِي
“Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.”
Hadits ini adalah hadits yang didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (palsu).
Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Abu Bakr An-Naqqasy. Tentang rawi yang satu ini, para ulama telah menjelaskan keadaannya, di antaranya:
Thalhah bin Muhammad Asy-Syahid mengatakan bahwa Abu Bakr An-Naqqasy suka memalsukan hadits, dan kebanyakannya tentang kisah-kisah.
Abul Qasim Al-Lalika’i mengatakan bahwa tafsir dari Abu Bakr An-Naqqasy justru akan mencelakakan hati, tidak menjadi obat bagi hati-hati ini.
Dan di dalamnya juga terdapat rawi yang bernama Al-Kisa’i yang dikatakan oleh Ibnul Jauzi sebagai rawi yang majhul (tidak dikenal).
Hadits ini diriwayatkan oleh Abul Fath bin Al-Fawaris di dalam Al-Amali dari Al-Hasan Al-Bashri secara mursal.
Al-Hafizh Al-’Iraqi mengatakan dalam Syarh At-Tirmidzi: “Ini adalah hadits dha’if jiddan (sangat lemah), dan dia termasuk hadits-hadits mursal yang diriwayatkan dari Al-Hasan (Al-Bashri), kami meriwayatkannya dari Kitab At-Targhib Wat Tarhib karya Al-Ashfahani, hadits-hadits mursal yang diriwayatkan dari Al-Hasan (Al-Bashri) tidak bernilai (shahih) menurut Ahlul Hadits, dan tidak ada satu hadits pun yang menyebutkan tentang keutamaan bulan Rajab.”
Ibnul Jauzi dalam kitabnya Al-Maudhu’at [II/117], Adz-Dzahabi dalam Tarikhul Islam [I/2990], dan Asy-Syaukani dalam Al-Fawa’id Al-Majmu’ah [hal. 95] menghukumi bahwa hadits ini adalah hadits palsu, didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Lihat Lisanul Mizan [VI/202] karya Ibnu Hajar.
HADITS KETIGA
يا أيها الناس انه قد أظلكم شهر عظيم شهر مبارك فيه ليلة خير من ألف شهر فرض الله صيامه وجعل قيام ليله تطوعا فمن تطوع فيه بخصلة من الخير كان كمن أدّى فريضة فما سواه … وهو شهر أوله رحمة وأوسطه مغفرة وآخره عتق من النار
“Wahai sekalian manusia, sungguh hampir datang kepada kalian bulan yang agung dan penuh barakah, di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, Allah wajibkan untuk berpuasa pada bulan ini, dan Allah jadikan shalat pada malam harinya sebagai amalan yang sunnah, barangsiapa yang dengan rela melakukan kebajikan pada bulan itu, maka dia seperti menunaikan kewajiban pada selain bulan tersebut …, dan dia merupakan bulan yang awalnya adalah kasih sayang, pertengahannya adalah ampunan, dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka.”
Hadits ini adalah hadits munkar, dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah di dalam Shahihnya [III/191], dan beliau mengatakan: “Jika haditsnya shahih.” Maksud ungkapan ini adalah bahwa Al-Hafizh Ibnu Khuzaimah ragu (tidak memastikan) penshahihan hadits ini karena derajat sanadnya yang rendah (tidak sampai derajat shahih), maka jangan ada seorangpun yang mengira bahwa hadits ini shahih menurut Ibnu Khuzaimah.
Lihat Tadribur Rawi [I/89] karya As-Suyuthi.
Hadits ini juga dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman [III/305], Al-Harits bin Usamah dalam Musnadnya [I/412], dan yang lainnya.
Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama ‘Ali bin Zaid bin Jud’an yang dikatakan oleh para ulama, di antaranya:
Ibnu Khuzaimah mengatakan bahwa dia tidak bsa dijadikan hujjah karena jeleknya hafalan dia.
Al-Bukhari mengatakan bahwa dia tidak bisa dijadikan hujjah.
Di dalam sanadnya juga terdapat rawi yang bernama Iyas bin Abi Iyas yang dikatakan oleh para ulama, di antaranya:
Adz-Dzahabi mengatakan bahwa dia adalah rawi yang tidak dikenal.
Al-’Uqaili mengatakan bahwa dia adalah rawi yang majhul (tidak dikenal) dan haditsnya tidak mahfuzh (yakni syadz/ganjil).
Abu Hatim mengatakan: “Ini adalah hadits Munkar.” (Al-’Ilal karya Ibnu Abi Hatim [I/249]).
Lihat Lisanul Mizan [II/169] karya Ibnu Hajar, As-Siyar [V/207] karya Adz-Dzahabi, dan As-Silsilah Adh-Dha’ifah [II/262] karya Asy-Syaikh Al-Albani.
HADITS KEEMPAT
إذا كان أوَّل ليلة من شهر رمضان نظر الله إلى خلقِهِ الصيَّام فإذا نظر الله إلى عبدٍ لم يعذِّبْهُ أبدًا،ولله عزَّ وجَلَّ في كُلِّ يومٍ ألف عتيقٍ من النَّار
“Ketika malam pertama bulan Ramadhan, Allah melihat makhluknya, ketika Allah melihat kepada seorang hamba, maka Dia tidak akan mengadzabnya selamanya, dan Allah ‘azza wajalla pada setiap harinya memiliki seribu hamba yang dibebaskan dari neraka.”[3]
Hadits ini adalah hadits yang didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (palsu).
Di dalam sanadnya banyak rawi yang majhul (tidak dikenal) dan rawi yang dituduh berdusta yaitu ‘Utsman bin ‘Abdillah Al-Qurasyi Al-Umawi Asy-Syami yang dikatakan oleh para ulama di antaranya:
Al-Juzajani menyatakan bahwa dia adalah kadzdzab (pendusta), suka mencuri hadits.
Abu Mas’ud As-Sijzi menyatakan dia adalah kadzdzab.
Ibnul Jauzi di dalam Al-Maudhu’at [II/104], Ibnu ‘Arraq di dalam Tanzihusy Syari’ah [II/146], Asy-Syaukani di dalam Al-Fawa’id Al-Majmu’ah [hal. 85], dan yang lainnya menghukumi hadits ini sebagai hadits palsu, didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Lihat Lisanul Mizan [V/147] karya Ibnu Hajar.
HADITS KELIMA
صُوْمُوا تَصِحُّوا
“Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat.”
Ini adalah hadits dha’if, dikeluarkan oleh Al-’Uqaili dalam Adh-Dhu’afa’ [II/92], Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir [1190], dan selain mereka.
Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Zuhair bin Muhammad At-Tamimi, riwayat penduduk negeri Syam dari dia adalah riwayat yang di dalamnya banyak riwayat munkar.
Dalam sanadnya yang lain, terdapat rawi yang bernama Nahsyal bin Sa’id, dan dia adalah rawi yang matruk (ditinggalkan haditsnya). Ishaq bin Rahuyah dan Abu Dawud Ath-Thayalisi menyatakan dia adalah rawi yang kadzdzab (pendusta). Di samping itu sanadnya juga terputus.
Dalam sanadnya yang lain juga terdapat rawi yang bernama Husain bin ‘Abdillah bin Dhamirah Al-Himyari yang dikatakan oleh para ulama di antaranya:
Al-Imam Malik menisbahkan dia sebagai rawi yang pendusta.
Ibnu Ma’in menyatakan bahwa dia adalah kadzdzab (pendusta), tidak ada nilainya sedikitpun.
Al-Bukhari menyatakan bahwa dia adalah munkarul hadits (kebanyakan haditsnya munkar).
Abu Zur’ah menyatakan bahwa dia adalah rawi yang tidak ada nilainya sedikitpun, hinakan haditsnya (yakni yang dia riwayatkan).”
Al-Hafizh Al-’Iraqi melemahkan sanadnya, dan Asy-Syaikh Al-Albani melemahkan hadits ini. [As-Silsilah Adh-Dha’ifah (253)].
HADITS KEENAM
أُعطِيت أمَّتِي خمس خِصالٍ في رمضان لم تُعطهنَّ أمَّةٌ قبلهم:خلوفُ فَمِ الصائم أطيبُ عند اللهِ من ريحِ المِسك،وتستغفرُ لهم الحِيتان حتي يُفطروا
“Umatku ini pada bulan Ramadhan diberi lima perangai yang tidak diberikan kepada umat sebelumnya: (1) Bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma misk,(2) Ikan-ikan memintakan ampun untuk mereka sampai berbuka …”
Ini adalah hadits dha’if jiddan (sangat lemah).
Dikeluarkan oleh Ahmad dalam Musnadnya [II/292, 310], Al-Harits bin Usamah dalam Musnadnya [I/410], dan selain keduanya.
Di salam sanadnya terdapat rawi yang bernama Hisyam bin Ziyad bin Abi Zaid yang dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar sebagai matrukul hadits (ditinggalkan haditnya).
Asy-Syaikh Al-Albani menghukumi hadits ini sebagai hadits dha’if jiddan (sangat lemah), sebagaimana dalam Dha’if At-Targhib Wat Tarhib [586].
HADITS KETUJUH
إِنَّ شَهْرَ رَمَضَانَ مُعَلَّقٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ لاَ يُرْفَعُ إِلاَّ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ
“Sesungguhnya bulan Ramadhan itu tergantung di antara langit dan bumi, tidaklah bisa diangkat kecuali dengan zakat fitrah.”
Ini adalah hadits dha’if.
Diriwayatkan oleh Ibnu Shishri di dalam Al-Amali dan bagian hadits ini hilang, juga diriwayatkan oleh Ibnu Syahin di dalam At-Targhib, dan Ibnul Jauzi di dalam Al-’Ilal Al-Mutanahiyah [II/499].
Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Muhammad bin ‘Ubaid yang dikatakan oleh Ibnul JAuzi bahwa dia adalah majhul (tidak dikenal). Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan setelah menyebutkan hadits ini di dalam Lisanul Mizan [V/276]: “Dia adalah rawi yang tidak ada satupun yang mengikutinya.”
Asy-Syaikh Al-Albani mendha’ifkan hadits ini di dalam As-Silsilah Adh-Dha’ifah (43).
-Ditulis secara ringkas oleh Abu Zur’ah Sulaiman bin ‘Ali bin Syihab As-Salafy-.
Dan diterjemahkan secara ringkas[4] pula dari http://sahab.net/forums/showthread.php?t=380588 ditambah sedikit catatan kaki dari penerjemah.
Wallahu a’lam bish-shawab.
[1] Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّار
“Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaknya dia mempersiapkan tempat duduknya di neraka.” [Muttafaqun ‘Alaihi dari shahabat Abu Hurairah, Al-Mughirah bin Syu’bah, dan yang lainnya]
[2] Ungkapan seperti ini menunjukkan bahwa beliau tidak memastikan keshahihan hadits sebagaimana yang akan disebutkan dalam penjelasan hadits ketiga setelah ini. Wallahu a’lam.
[3] Demikian lafazh yang tercantum dalam sumber rujukan. Namun di dalam sebagian referensi, -dengan keterbatasan pengetahuan kami-, ditemukan ada perbedaan lafazh, yaitu tentang jumlah hamba yang dibebaskan dari neraka, di referensi tersebut disebutkan berjumlah satu juta. Wallahu a’lam.
[4] Sengaja bagian yang tidak kami terjemahkan adalah beberapa istilah muhadditsin atau istilah dalam ilmu hadits yang belum bisa kami terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan tepat. Tetapi insya Allah tidak akan mengubah isi dan substansi pembahasan. Wallahu a’lam.
Sumber: http://www.assalafy.org
————————————————-
HADITS KE DELAPAN
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال : اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت فتقبل مني إنك أنت السميع العليم
“Biasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika berbuka membaca doa: Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu fataqabbal minni, innaka antas samii’ul ‘aliim.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya (2358), Adz Dzahabi dalam Al Muhadzab (4/1616), Ibnu Katsir dalam Irsyadul Faqih (289/1), Ibnul Mulaqqin dalam Badrul Munir (5/710)
Ibnu Hajar Al Asqalani berkata di Al Futuhat Ar Rabbaniyyah (4/341) : “Hadits ini gharib, dan sanadnya lemah sekali”. Hadits ini juga didhaifkan oleh Asy Syaukani dalam Nailul Authar (4/301), juga oleh Al Albani di Dhaif Al Jami’ (4350). Dan doa dengan lafadz yang semisal, semua berkisar antara hadits lemah dan munkar.
Sedangkan doa berbuka puasa yang tersebar dimasyarakat dengan lafadz:
اللهم لك صمت و بك امنت و على رزقك افطرت برحمتك يا ارحم الراحمين
“Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, aku memohon Rahmat-Mu wahai Dzat yang Maha Penyayang.”
Hadits ini tidak terdapat di kitab hadits manapun. Atau dengan kata lain, ini adalah hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Al Mulla Ali Al Qaari dalam kitab Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih: “Adapun doa yang tersebar di masyarakat dengan tambahan ‘wabika aamantu’ sama sekali tidak ada asalnya, walau secara makna memang benar.”
Yang benar, doa berbuka puasa yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam terdapat dalam hadits:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله
“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berbuka puasa membaca doa:
ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله
/Dzahabaz zhamaa-u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insyaa Allah/
(‘Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, semoga pahala didapatkan. Insya Allah’)”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud (2357), Ad Daruquthni (2/401), dan dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/232 juga oleh Al Albani di Shahih Sunan Abi Daud.
HADITS KESEMBILAN
نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ
“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, do’anya dikabulkan, dan amalannya pun akan dilipatgandakan pahalanya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi di Syu’abul Iman (3/1437).
Hadits ini dhaif, sebagaimana dikatakan Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya (1/310). Al Albani juga mendhaifkan hadits ini dalam Silsilah Adh Dha’ifah (4696).
Terdapat juga riwayat yang lain:
الصائم في عبادة و إن كان راقدا على فراشه
“Orang yang berpuasa itu senantiasa dalam ibadah meskipun sedang tidur di atas ranjangnya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Tammam (18/172). Hadits ini juga dhaif, sebagaimana dikatakan oleh Al Albani di Silsilah Adh Dhaifah (653).
Yang benar, tidur adalah perkara mubah (boleh) dan bukan ritual ibadah. Maka, sebagaimana perkara mubah yang lain, tidur dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai sarana penunjang ibadah. Misalnya, seseorang tidur karena khawatir tergoda untuk berbuka sebelum waktunya, atau tidur untuk mengistirahatkan tubuh agar kuat dalam beribadah.
Sebaliknya, tidak setiap tidur orang berpuasa itu bernilai ibadah. Sebagai contoh, tidur karena malas, atau tidur karena kekenyangan setelah sahur. Keduanya, tentu tidak bernilai ibadah, bahkan bisa dinilai sebagai tidur yang tercela. Maka, hendaknya seseorang menjadikan bulan ramadhan sebagai kesempatan baik untuk memperbanyak amal kebaikan, bukan bermalas-malasan.
HADITS KESEPULUH
من أفطر يوما من رمضان من غير رخصة لم يقضه وإن صام الدهر كله
“Orang yang sengaja tidak berpuasa pada suatu hari di bulan Ramadhan, padahal ia bukan orang yang diberi keringanan, ia tidak akan dapat mengganti puasanya meski berpuasa terus menerus.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari di Al’Ilal Al Kabir (116), oleh Abu Daud di Sunannya (2396), oleh Tirmidzi di Sunan-nya (723), Imam Ahmad di Al Mughni (4/367), Ad Daruquthni di Sunan-nya (2/441, 2/413), dan Al Baihaqi di Sunan-nya (4/228).
Hadits ini didhaifkan oleh Al Bukhari, Imam Ahmad, Ibnu Hazm di Al Muhalla (6/183), Al Baihaqi, Ibnu Abdil Barr dalam At Tamhid (7/173), juga oleh Al Albani di Dhaif At Tirmidzi (723), Dhaif Abi Daud (2396), Dhaif Al Jami’ (5462) dan Silsilah Adh Dha’ifah (4557). Namun, memang sebagian ulama ada yang menshahihkan hadits ini seperti Abu Hatim Ar Razi di Al Ilal (2/17), juga ada yang menghasankan seperti Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah (2/329) dan Al Haitsami di Majma’ Az Zawaid (3/171). Oleh karena itu, ulama berbeda pendapat mengenai ada-tidaknya qadha bagi orang yang sengaja tidak berpuasa.
Yang benar -wal ‘ilmu ‘indallah- adalah penjelasan Lajnah Daimah Lil Buhuts Wal Ifta (Komisi Fatwa Saudi Arabia), yang menyatakan bahwa “Seseorang yang sengaja tidak berpuasa tanpa udzur syar’i,ia harus bertaubat kepada Allah dan mengganti puasa yang telah ditinggalkannya.” (Periksa: Fatawa Lajnah Daimah no. 16480, 9/191)
HADITS KESEBELAS
لا تقولوا رمضان فإن رمضان اسم من أسماء الله تعالى ولكن قولوا شهر رمضان
“Jangan menyebut dengan ‘Ramadhan’ karena ia adalah salah satu nama Allah, namun sebutlah dengan ‘Bulan Ramadhan.’”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Sunan-nya (4/201), Adz Dzaahabi dalam Mizanul I’tidal (4/247), Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (8/313), Ibnu Katsir di Tafsir-nya (1/310).
Ibnul Jauzi dalam Al Maudhuat (2/545) mengatakan hadits ini palsu. Namun, yang benar adalah sebagaimana yang dikatakan oleh As Suyuthi dalam An Nukat ‘alal Maudhuat (41) bahwa “Hadits ini dhaif, bukan palsu”. Hadits ini juga didhaifkan oleh Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (8/313), An Nawawi dalam Al Adzkar (475), oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari (4/135) dan Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (6768).
Yang benar adalah boleh mengatakan ‘Ramadhan’ saja, sebagaimana pendapat jumhur ulama karena banyak hadits yang menyebutkan ‘Ramadhan’ tanpa ‘Syahru (bulan)’.
HADITS KEDUABELAS
من فطر صائما على طعام وشراب من حلال صلت عليه الملائكة في ساعات شهر رمضان وصلى عليه جبرائيل ليلة القدر
“Barangsiapa memberi hidangan berbuka puasa dengan makanan dan minuman yang halal, para malaikat bershalawat kepadanya selama bulan Ramadhan dan Jibril bershalawat kepadanya di malam lailatul qadar.”
Hadist ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Majruhin (1/300), Al Baihaqi di Syu’abul Iman (3/1441), Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Adh Dhuafa (3/318), Al Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib (1/152)
Hadits ini didhaifkan oleh Ibnul Jauzi di Al Maudhuat (2/555), As Sakhawi dalam Maqasidul Hasanah (495), Al Albani dalam Dhaif At Targhib (654)
Yang benar,orang yang memberikan hidangan berbuka puasa akan mendapatkan pahala puasa orang yang diberi hidangan tadi, berdasarkan hadits:
من فطر صائما كان له مثل أجره ، غير أنه لا ينقص من أجر الصائم شيئا
“Siapa saja yang memberikan hidangan berbuka puasa kepada orang lain yang berpuasa, ia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa sedikitpun mengurangi pahalanya.” (HR. At Tirmidzi no 807, ia berkata: “Hasan shahih”)
HADITS KETIGABELAS
رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر . قالوا : وما الجهاد الأكبر ؟ قال : جهاد القلب
“Kita telah kembali dari jihad yang kecil menuju jihad yang besar.” Para sahabat bertanya: “Apakah jihad yang besar itu?” Beliau bersabda: “Jihadnya hati melawan hawa nafsu.”
Menurut Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya (2/6) hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Az Zuhd. Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Takhrijul Kasyaf (4/114) juga mengatakan hadits ini diriwayatkan oleh An Nasa’i dalam Al Kuna.
Hadits ini adalah hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam di Majmu Fatawa (11/197), juga oleh Al Mulla Ali Al Qari dalam Al Asrar Al Marfu’ah (211). Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (2460) mengatakan hadits ini Munkar.
Hadits ini sering dibawakan para khatib dan dikaitkan dengan Ramadhan, yaitu untuk mengatakan bahwa jihad melawan hawa nafsu di bulan Ramadhan lebih utama dari jihad berperang di jalan Allah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Hadits ini tidak ada asalnya. Tidak ada seorang pun ulama hadits yang berangapan seperti ini, baik dari perkataan maupun perbuatan Nabi. Selain itu jihad melawan orang kafir adalah amal yang paling mulia. Bahkan jihad yang tidak wajib pun merupakan amalan sunnah yang paling dianjurkan.” (Majmu’ Fatawa, 11/197). Artinya, makna dari hadits palsu ini pun tidak benar karena jihad berperang di jalan Allah adalah amalan yang paling mulia. Selain itu, orang yang terjun berperang di jalan Allah tentunya telah berhasil mengalahkan hawa nafsunya untuk meninggalkan dunia dan orang-orang yang ia sayangi.
HADITS KEEMPAT BELAS
قال وائلة : لقيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم عيد فقلت : تقبل الله منا ومنك ، قال : نعم تقبل الله منا ومنك
“Wa’ilah berkata, “Aku bertemu dengan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pada hari Ied, lalu aku berkata: Taqabbalallahu minna wa minka.” Beliau bersabda: “Ya, Taqabbalallahu minna wa minka.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Majruhin (2/319), Al Baihaqi dalam Sunan-nya (3/319), Adz Dzahabi dalam Al Muhadzab (3/1246)
Hadits ini didhaifkan oleh Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhuafa (7/524), oleh Ibnu Qaisirani dalam Dzakiratul Huffadz (4/1950), oleh Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (5666).
Yang benar, ucapan ‘Taqabbalallahu Minna Wa Minka’ diucapkan sebagian sahabat berdasarkan sebuah riwayat:
كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا التقوا يوم العيد يقول بعضهم لبعض : تقبل الله منا ومنك
Artinya:
“Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya ketika saling berjumpa di hari Ied mereka mengucapkan: Taqabbalallahu Minna Wa Minka (Semoga Allah menerima amal ibadah saya dan amal ibadah Anda)”
Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al Mughni (3/294), dishahihkan oleh Al Albani dalam Tamamul Minnah (354). Oleh karena itu, boleh mengamalkan ucapan ini, asalkan tidak diyakini sebagai hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.
HADITS KELIMABELAS
خمس تفطر الصائم ، وتنقض الوضوء : الكذب ، والغيبة ، والنميمة ، والنظر بالشهوة ، واليمين الفاجرة
“Lima hal yang membatalkan puasa dan membatalkan wudhu: berbohong, ghibah, namimah, melihat lawan jenis dengan syahwat, dan bersumpah palsu.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Jauraqani di Al Abathil (1/351), oleh Ibnul Jauzi di Al Maudhu’at (1131)
Hadits ini adalah hadits palsu, sebagaimana dijelaskan Ibnul Jauzi di Al Maudhu’at (1131), Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (1708).
Yang benar, lima hal tersebut bukanlah pembatal puasa, namun pembatal pahala puasa. Sebagaimana hadits:
من لم يدع قول الزور والعمل به والجهل ، فليس لله حاجة أن يدع طعامه وشرابه
“Orang yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya, serta mengganggu orang lain, maka Allah tidak butuh terhadap puasanya.” (HR. Bukhari, no.6057)
Demikian, semoga Allah memberi kita taufiq untuk senantiasa berpegang teguh pada ajaran Islam yang sahih. Mudah-mudahan Allah melimpahkan rahmat dan ampunannya kepada kita di bulan mulia ini. Semoga amal-ibadah di bulan suci ini kita berbuah pahala di sisi Rabbuna Jalla Sya’nuhu.
وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Sumber: http://muslim.or.id/hadits/12-hadits-lemah-dan-palsu-seputar-ramadhan.html
Posted on Agustus 17, 2010, in Puasa and tagged Hadits Palsu, Hadits Palsu Ramadhan, Hadits Ramadhan, Puasa, Puasa Ramadhan. Bookmark the permalink. 17 Komentar.
dari kajian yang pernah saya ikuti, ada sembilan akh..jadi kurang dua. yang pertama tentang do’a buka puasa dan kedua tentang tidurnya orang puasa adalah ibadah. semuanya dhoif. nice post..
ya bnr akh. jazakallah khoir buat tambahannya. dan msh ada yg lainnya.
Tambahan:
HADITS KE DELAPAN
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال : اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت فتقبل مني إنك أنت السميع العليم
“Biasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika berbuka membaca doa: Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu fataqabbal minni, innaka antas samii’ul ‘aliim.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya (2358), Adz Dzahabi dalam Al Muhadzab (4/1616), Ibnu Katsir dalam Irsyadul Faqih (289/1), Ibnul Mulaqqin dalam Badrul Munir (5/710)
Ibnu Hajar Al Asqalani berkata di Al Futuhat Ar Rabbaniyyah (4/341) : “Hadits ini gharib, dan sanadnya lemah sekali”. Hadits ini juga didhaifkan oleh Asy Syaukani dalam Nailul Authar (4/301), juga oleh Al Albani di Dhaif Al Jami’ (4350). Dan doa dengan lafadz yang semisal, semua berkisar antara hadits lemah dan munkar.
Sedangkan doa berbuka puasa yang tersebar dimasyarakat dengan lafadz:
اللهم لك صمت و بك امنت و على رزقك افطرت برحمتك يا ارحم الراحمين
“Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, aku memohon Rahmat-Mu wahai Dzat yang Maha Penyayang.”
Hadits ini tidak terdapat di kitab hadits manapun. Atau dengan kata lain, ini adalah hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Al Mulla Ali Al Qaari dalam kitab Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih: “Adapun doa yang tersebar di masyarakat dengan tambahan ‘wabika aamantu’ sama sekali tidak ada asalnya, walau secara makna memang benar.”
Yang benar, doa berbuka puasa yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam terdapat dalam hadits:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله
“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berbuka puasa membaca doa:
ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله
/Dzahabaz zhamaa-u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insyaa Allah/
(‘Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, semoga pahala didapatkan. Insya Allah’)”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud (2357), Ad Daruquthni (2/401), dan dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/232 juga oleh Al Albani di Shahih Sunan Abi Daud.
HADITS KESEMBILAN
نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ
“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, do’anya dikabulkan, dan amalannya pun akan dilipatgandakan pahalanya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi di Syu’abul Iman (3/1437).
Hadits ini dhaif, sebagaimana dikatakan Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya (1/310). Al Albani juga mendhaifkan hadits ini dalam Silsilah Adh Dha’ifah (4696).
Terdapat juga riwayat yang lain:
الصائم في عبادة و إن كان راقدا على فراشه
“Orang yang berpuasa itu senantiasa dalam ibadah meskipun sedang tidur di atas ranjangnya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Tammam (18/172). Hadits ini juga dhaif, sebagaimana dikatakan oleh Al Albani di Silsilah Adh Dhaifah (653).
Yang benar, tidur adalah perkara mubah (boleh) dan bukan ritual ibadah. Maka, sebagaimana perkara mubah yang lain, tidur dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai sarana penunjang ibadah. Misalnya, seseorang tidur karena khawatir tergoda untuk berbuka sebelum waktunya, atau tidur untuk mengistirahatkan tubuh agar kuat dalam beribadah.
Sebaliknya, tidak setiap tidur orang berpuasa itu bernilai ibadah. Sebagai contoh, tidur karena malas, atau tidur karena kekenyangan setelah sahur. Keduanya, tentu tidak bernilai ibadah, bahkan bisa dinilai sebagai tidur yang tercela. Maka, hendaknya seseorang menjadikan bulan ramadhan sebagai kesempatan baik untuk memperbanyak amal kebaikan, bukan bermalas-malasan.
Selanjutnya ditambahkan di postingan atas..
akh tentang doa buka puasa sebetulnya ada 3 dan menjadi 4 bila dijumlah dg doa buka puasa yg biasa di lafalkan olh kebanyakan masyarakat kita, silakan merujuk k kitab al masail jilid 1/ 2 (afwan agk lupa untk tepatnya) karya Ust. Abdul Hakim bin Amir Abdat. namun k tiga hadist tersebut dhoif semua.
jazakallah khoiran buat omentar & tambahannya akh
Assalamu’alaikum Wr. Wb,
Ya Akhi, setelah saya membaca situs ini, ternyata banyak juga ya hadits dhoif yang banyak sekali dikumandangkan oleh beberapa ustadz dalam ceramahnya, kalau ada informasi baru mengenai hadits dhoif tolong dong kirim email saya.
Syukron Katsir.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
wa’alaykumussalam warahmatullah..
antum ketik email antum di “langganan artikel” di bawah “jadwal kajian terbaru”, nanti setiap ada artikel yang diposting insya Allah akan dikirim
dengan membaca situs ini tambah pula wawasan aku, sebab slama ini banyak yang tak ku mengerti tentang ajaran Islam yang sesungguhnya. sukron
barakallahu fiik
assalamualaikum
ustadzmohon ijin copas untuk tujuan komersil, mengharapkan ganjaran dan pahala Allah.request quran dan hadist tentang dakwah. terimakasih
wass
wa’alaykumussalam warahmatullah
silahkan, semoga bermanfaat
WAHABOOY2. .
parah.. ente pade kaga ada sopan santunya sama ulama. .
dakwah ga bisa,bisanya menghujat . .
ane setuju ama bang abalaboy..
wah ini nih porofokator!!!!
ane yakin ini hanya orang2 pengadu domba umat islam aje,,
Assalamu’alaikum..
Bang, mau tanya.. di web lain kok ada yang membantah bahwa ini cuma tuduhan dari orang Wahabi.. Yang mbantah dari NU.. Saya jadi bingung.. Yg bener yg mana bang?
Allah dulillah,ini bagus sekali,menambah ilmu buat saya,,tapi saya minta bagi pembaca yg awam,yg taunya hanya yg dilihat,lebih baik baca dulu semua ayat quran,dan artinya supaya ngerti,dan bacalah dulu hadis sahih bukhari dan sahih muslim dan fiqh us sunnah, baru lah lihat keyang dai,f (lemah)ma,uduu(palsu) biar tdk salah faham,karna islam di indo ini, seperti nasi campur,,,,ok wsslm,,,
Ping-balik: Tweets that mention Hadits-Hadits Palsu & Lemah Yang Populer & Sering Disebut di Bulan Ramadhan « Al Qiyamah – Moslem Weblog -- Topsy.com
Ping-balik: Top 10 Hadits Lemah dan Palsu yang Populer pada Bulan Ramadhan « Mahdiy's WebLog