Menjawab Syubhat-Syubhat Perayaan Maulid Nabi dan Benarkah Ibnu Taimiyyah Rahimahullah Mendukung Maulid Nabi?

Judul Asli: Menjawab Syubhat-Syubhat Perayaan Maulid Nabi
Penulis: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi hafizhahullah

Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa ahlul bid’ah senantiasa ‘berjuang’ dengan penuh kegigihan membela dan mengibarkan bendera bid’ah, sehingga bid’ah menyebar di mana-mana. Jangan heran bila mereka begitu berani memaksakan dalil demi hawa nafsunya atau menasabkan hadits yang tidak ada asalnya.

Bagaimana sikap kita dalam menghadapi syubhat mereka?!

Pertama: Bertanya Tentang Dalilnya
Syaikh Abdurrohman bin Yahya al-Mu’allimi berkata: “Tidak ada perselisihan pendapat bahwa agama yang benar (Islam) adalah yang datang dari Allah dan disampaikan oleh Rasulullah. Maka kita tanyakan kepada ahli bid’ah: Apakah amalan ini termasuk agama yang disampaikan oleh Muhammad dari Robbnya ataukah tidak? Kalau dia menjawab: Ini bukan termasuk agama, maka selesai sudah masalahnya. Namun kalau menjawab: Ini termasuk masalah agama, maka kita katakan padanya: Datangkanlah dalilnya!! [1]

Kedua: Bertanya Tentang Pemahamannya
Kalau dia tidak mampu mendatangkan dalilnya maka selesailah sudah masalahnya, tetapi kalau dia mendatangkan dalilnya, maka tanyakan lagi padanya: Adakah para sahabat dan ulama salaf yang memahami dari ayat  atau hadits ini seperti pemahamanmu?! Karena sebagaimana kata Imam asy-Syathibi rahimahullah: “Betapa sering engkau  dapati ahli bid’ah dan penyesat umat mengemukakan dalil dari al-Qur’an dan hadits dengan memaksakannya agar sesuai dengan pemikiran mereka dan menipu orang-orang awam dengannya. Lucunya mereka menganggap bahwa diri mereka diatas kebenaran.”

Lanjut beliau: “Oleh karenanya, maka semestinya bagi setiap orang yang berdalil dengan dalil syar’i agar memahaminya seperti pemahaman para pendahulu (sahabat) dan oraktik amaliah mereka, karena itulah jalan yang benar dan lurus.” [2]

Camkanlah baik-baik dua kaidah ini agar engkau mampu menghadang syubhat ahli bid’ah di sepanjang zaman. Demikian pulang tentang masalah perayaan maulid nabi ini, para pejuang dan pengibar bendera pelaku ini memiliki syubhat-syubhat yang banyak sekali, kami akan menyebutkan beberapa syubhat yang sangat masyhur saja berikut jawabannya. Semoga menjadi pelita dan tameng bagi kita semua.

Syubhat Pertama
Mereka mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memuliakan hari kelahirannya sebagaimana dalam hadits tentang puasa hari Senin, sabda beliau:
“Itu adalah hari aku dilahirkan, aku diutus atau diwahyukan kepadaku.” [3]

Hadits ini menujukkan kemulian hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang berarti disyariatkan bagi kita untuk membuat perayaan sebagai ungkapan kegembiraan atas hari kelahirannya.

Jawaban:
Berdalil dengan hadits ini tidaklah tepat, ditinjau dari beberapa segi:
1. Apabila maksud dari maulid disini adalah mensyukuri atas nikmat kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka secara dalil dan akal hendaknya syukur tersebut diwujudkan sebagaimana syukurnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu dengan berpuasa yang berarti bahwa hendaknya kita berpuasa sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa. Sehingga apabila kita ditanya maka kita menjawab bahwa hari Senin adalah hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kami berpuasa sebagai rasa syukur kepada Allah azza wa jalla dan mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Inilah yang disyariatkan.

2. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengkhususkan pada hari  kelahirannya yaitu tanggal 12 Rabi’ul Awal -sebagaimana pendapat yang masyhur- dengan puasa atau amalan lainnya. Beliua shallallahu ‘alaihi wasallam hanya berpuasa pada hari Senin yang datang setiap pekan. Sedangkan Allah azza wa jalla berfirman:
“Sesunggunya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [QS.al-Ahzab/33 :21]

3. Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari kelahirannya, apakah beliau menambahinya dengan perayaan maulid seperti yang dilakukan oleh orang-orang? Jawabnya, tentu tidak, cukup hanya dengan berpuasa. Jadi, mengapa umatnya tidak merasa cukup dengan petunjuk nabinya?!! Ingatlah bahwa ibadah itu harus dibangun di atas dalil bukan perasaan dan hawa nafsu!! [4]

4. Rasulullah tidak merayakan hari kelahiran beliau sewaktu beliau hidup, demikian juga para sahabat tidak merayakannya. Seandainya hal itu disyariatkan, niscaya mereka mendahului kita, karena mereka jauh lebih cinta kepada Nabi daripada kita. Mungkinkah mereka meninggalkan amalan kebajikan dan meremehkannya?!! Sekali-kali tidak.

5. Puasa hari Senin bukan hanya karena hari itu hari kelahiran Nabi, tetapi Nabi jugamenyebutkan alasan-alasan lainnya yaitu turunnya wahyu dan diangkatnya amalan kepada Allah. Lantas, kenapa hanya diambil satu alasan saja untuk sebuah syariat yang tidak diajarkan Allah dan Rasul-Nya?! [5]

Syubhat Kedua
“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi Madinah, dan beliau menjumpai Yahudi berpuasa pada hari Asyuro, maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: Hari apakah ini? Mereka menjawab: Ini adalah hari agung, hari Allah menyelamatkan Musa dan pengikutnya dan menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya, lalu Musa berpuasa sebagai ungkapan syukur, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Kita lebih berhak dengan Musa daripada kalian, akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa dan memerintahkan untu berpuasa pada hari itu.” [6]

Mereka mengatakan bahwa kalau Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saja bergembira dengan diselamatkannya Nabi Musa shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kita juga bergembira  dengan kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahkan lebih utama.

Jawaban:
1. Sesunggunya seluruh umat islam mengetahui sunnahnya puasa Asyuro, sebagai wujud realisasi dari perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan ungkapan syukur atau dimenangkannya kebenaran dan dihancurkannya kebathilan. Namun, bukan berarti hadits ini sebagai kaidah yang membenarkan perayaan maulid nabi atau perayaan-perayaan lainnya. Jadi anjuran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berpuasa Asyuro bukan berarti anjuran untuk menjadikannya sebagai perayaan maulid, tetapi anjuran untuk bersyukur kepada Allah azza wa jalla dengan berpuasa pada hari tersebut seperti yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. [7]

2. Kita semua senang dan gembira dengan kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, diutusnya beliau sebagai nabi, hijrahnya beliau dan semua perjalanan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berupa jihad dan ilmu. Kita senang dan bergembira serta mengambil pelajaran darinya. Namun semua itu bukan hanya dalam sehair saja dalam setahun, akan tetapi disyariatkan pada setiap waktu dan setiap tempat.[8]

Syubhat Ketiga
“Berkata Urwah: Tsuwaibah adalah budak Abu Lahab, Abu Lahab memerdekakannya dan menyusui Nabi. Tatkala Abu Lahab meninggal dunia, sebagian keluarganya melihat dalam mimpi bahwa Abu Lahab dalam keadaan yang jelek. Dia bertanya: Apa yang kau dapatkan? Abu Lahab menjawab: Saya tidak mendapatkan kebaikan setelah kalian, hanya saja saya diberi minum sedikit ini karena sebab memerdekakan Tsuwaibah.”

Jawaban:
1. Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari: 4711 tetapi mursal[9], karena Urwah tidak menyebutkan siapa rowi setelahnya, [10] sedangkan hadits mursal termasuk kategori hadits lemah menurut mayoritas ahli hadits.

2. Ini adalah mimpi dan mimpi tidak bisa dijadikan hujjah dalam syariat [11], sekalipun dia ahli ibadah dan berilmu, kecuali mimpi para nabi karena mimpi mereka adalah haq.

3. Hadits ini memberikan pahala kepada orang kafir, padahal al-Qur’an  menegaskan bahwa orang kafir tidak diberi pahala dan amal perbuatannya sia-sia.

“Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” [QS.al-Furqon/25: 23]

“Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Robb mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, Maka hapuslan amalan-amalan mereka, dan kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.” [QS.al-Kahfi/18: 105][12]

4. Kegembiraan Abu Lahab dengan kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hanyalah kegembiraan tabiat saja, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah keponakannya, sedangkan kegembiraan tidaklah diberi pahala melainkan apabila untuk Allah azza wa jalla.

5. Abu Lahab tidak mengetahui kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam saat itu, buktinya setelah dia mengetahuinya maka dia memusuhi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan melakukan hal-hal yang tidak sepatutnya untuk dilakukan.[13]

Syubhat Keempat
Mereka berkata bahwa perayaan maulid telah dianggap baik oleh ulama dan kaum muslimin di berbagai negeri, maka perayaan ini sangat baik berdasarkan hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:
“Sesuatu yang menurut kaum muslimin baik, maka hal itu baik di sisi Allah. Dan sesuatu yang di nilai buruk oleh kaum muslimin, maka buruk pula di sisi Allah.

Jawaban:
Sungguh termasuk keajaiban dunia, tatkala hadit ini dijadikan dalil oleh sebagian kalangan tentang adanya bid’ah hasanah dalam agama dengan alasan banyaknya orang yang melakukan. Namun perlu dicermati hal-hal berikut:
1. Hadits ini mauquf, sebagaimana dalam HR.Ahmad: 3600, ath-Thoyyalisi hal.23 dan Ibnul A’robi dalam Mu’jamnya: 2/84 dengan sanad hasan, sehingga tidak bisa dijadikan alasan untuk menentang dalil-dalil yang jelas menegaskan bahwa semua bid’ah adalah sesat sebagaimana telah shohih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

2. Anggaplah hadit tersebut shohih, namun tetep tidak bisa diterapkan karena menentang dalil-dalil yang shohih, karena: Pertama, Maksud Ibnu Mas’ud rahiyallahu ‘anhu dengan ‘kaum muslimin’ adalah kesepakatan  para sahabat. Hal ini diperkuat bahwa beliau berdalil dengannya dalam masalah kesepakatan sahabat untuk memilih Abu Bakar sebagai kholifah. Kedua, maksud ‘Muslimun’ dalam ucapan beliau bukan setiap muslim walaupun dia tidak memiliki ilmu sama sekali, tetapi maksudnya adalah orang-orang yang memiliki ilmu di antara mereka dan tidak takliq buta dalam agama.

Kesimpulannya, hadits ini tidak bisa dijadikan pegangan oleh ahli bid’ah, apalagi kalau kita ingat bahwa sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu adalah seorang sahabat yang dikenal keras memerangi bid’ah, di antara ucapan beliau: “Ikutilah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan janganlah kalian berbuat bid’ah, karena kalian telah diberi kecukupan.”

Maka wajib bagi kalian wahai kaum muslimin untuk berpegang teguh dengan sunnah nabi kalian, niscaya kalian akan bahagia. [14]

Kemudian kami katakan: “Siapa di antara ulama dan muslim yang menganggap baik maulid ini? Apakah mereka sahabat Rasulullah? Tentu tidak! Apakah mereka para tabi’in? Tentu tidak! Apakah mereka para tabi’ut tabi’in? Tentu tidak! Apakah mereka ulama generasi utama? Juga tidak! Apakah mereka tokoh-tokoh Fathimiyyah Rofidhoh? Benar! Apakah mereka ahlul bid’ah? Ya, benar…

Kemudian siapakah ‘kaum muslimin’ yang dimaksud dalam atsar Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu tersebut untuk menimbang kebaikan dan kejelekan? Apakah mereka orang Rofidhoh  dan thoriqot-thoriqot yang rusak akalnya sehingga baik dianggap jelek dan yang jelek di anggap baik? Maka datangkanlah kepada kami perkataan-perkataan dan perbuatan dari pada salaf, tabi’in, tabi’ut tabi’in, ahlu hadits ahlu fiqh dan lainnya yang mendukung perayaan maulid nabi ini..Sesungguhnya kami menunggu.” [15]

Kalau ada yang berkata: “Bukankah di antara yang diantara yang menganggap baik perayaan maulid nabi adalah sebagian ulama seperti as-Suyuthi, Ibnu Hajar, Abu Syamah dan lain sebagainya?!” Kami katakan: “Benar, memang mereka menganggap baik hal itu, tetapi hal itu ukan hujjah, semua ulama pasti ada ketergelincirannya, kita dituntut untuk mengikuti dalil, bukan mengikuti kesalahan ulama.” Hal ini telah diperingatkan secara keras oleh para ulama kita, di antaranya:
– Sulaiman at-Taimi rahimahullah mengatakan: “Apabila engkau mengambil setiap ketergelinciran ulama, maka telah berkumpul pada dirimu seluruh kejelekan.”
– Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkomentar: “Ini adalah ijma’, saya tidak mendapati perselisihan ulama tentangnya.” [16]
– Al-Auza’i rahimahullah berkata: “Barangsiapa memungut keganjilan-keganjilan ulama, maka dia akan keluar dari Islam.” [17]
– Hasan al Bashri rahimahullah berkata: “Sejelek-jelek hamba Allah adalah mereka yang memungut masalah-masalah ganjil untuk menipu para hamba Allah.” [18]
– Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah berkata: “Seorang tidaklah disebut alim bila dia menceritakan pendapat-pendapat yang ganjil.” [19]
– Imam Ahmad rahimahullah menegaskan bahwa orang yang mencari-cari pendapat ganjil adalah seorang yang fasiq.[20]

Bahkan Imam Ibnu Hazm rahimahullah menceritakan ijma’ (kesepakatan ulama) bahwa orang yang mencari-cari keringanan mazhab tanpa bersandar pada dalil merupakan kefasikan dan tidak halal.[21]

Syubhat Kelima
Mereka mengatakan bahwa perayaan maulid nabi termasuk konsekuensi cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Jawaban:
1. Perkataan ini dusta, tidak berdasar dalil sedikitpun. Sebab maulid nabi tidak termasuk konsekuensi cinta terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Cinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan ketaatan, bukan dengan kemaksiatan dan kebid’ahan seperti halnya maulid nabi. [22]

2. Sesungguhnya mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi kaum muslimin adalah kewajiban setiap hari, bahkan setiapwaktu, bukan mengingat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya ketia perayaan maulid saja yang hilang dengan setelah usai perayaan tersebut, semua itu akan merusak lebih banyak daripada memperbaiki, sebab tidak ada suatu bid’ah pun kecuali akan mematian sunnah. [23]

3. Para sahabat adalah orang yang lebih cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada kita, lebih berilmu, lebih mengagungkan  Nabi, lebih bersemangat dalam kebaikan. Sekalipun demikian, mereka tidak merayakan maulid. Seandainya merayakan maulid termasuk konsekuensi cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu mereka adalah orang yang paling bersemangat melakukannya. [24]

Syubhat Keenam
Mereka mengatakan: “Sesungguhnya perayaan maulid merupakan dakwah, amar nahi munkar dan syiar Islam. Tidak ragu lagi semua itu sangatlah dianjurkan, dan dalam perayaan ini terdapat amalan-amalan utama seperti pembacaan al-Qur’an, sholawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mendengar siroh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan lain sebagainya.

Jawaban:
1. Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berdakwah kepada Islam dengan perkataan, perbuatan dan jihad di jalan Allah azza wa jalla. Beliau orang yang paling mengerti tentang metode dakwah dan syiar Islam. Tetapi tidak ada petunjuk beliau dalam berdakwah dan syiar Islam dengan perayaan maulid dan Isro’ Mi’roj. Demikian pula para sahabat, mereka mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berdakwah, tetapi mereka tidak merayakan maulid atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau peringatan lainnya. Perayaan tersebut juga tidak dikenal bersumber dari imam-imam kaum muslimin yang muktabar, Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Sebaliknya perayaan  tersebut hanya dikenal dari ahli bid’ah seperti Rofidhoh, Syiah, dan kelompok-kelompok menyimpang yang sehaluan dengan mereka, yang sedikit ilmunya tentang agama. Kesimpulannya, perayaan diatas adalah bid’ah munkaroh, menyelisihi petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Khulafa’-ur-Rosyidin dan imam-imam salafush shalih pada tiga generasi terbaik umat ini…”[25]

2. Amalan-amalan tersebut seperti membaca al-Qur’an, sholawat dan sebagainya tidak ragu termasuk amalan sholih apabila dikerjakan sesuai tuntunan, bukan karena niat maulid. Jadi, yang diingkari adalah mengkhususkan perkumpulan dengan cara dan waktu tertentu yang tidak ada dalilnya. [26]

Perhatikanlah atsar berikut: Dari Sa’id bin Musayyib, ia melihat seorang laki-laki menunaikan shalat setelah fajar lebih dari dua roka’at, ia memanjangkan ruku’ dan sujudnya. Akhirnya Sa’id bin Musayyib pun melarangnya. Orang itu berkata: “Wahai Abu Muhammad, apakah Allah akan menyiksaku dengan sebab shalat?” Beliau menjawab: “TIdak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyelisihi as-Sunnah.” [27]

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah mengomentari atsar ini: “Ini adalah jawaban Sa’id bin Musayyib yang sangat indah. dan merupakan senjata pamungkas terhadap para ahlul bid’ah yang menganggap baik kebanyakan bid’ah dengan alasan dzikir dan shalat, kemudian membantai ahlus sunnah dan menuduh bahwa mereka (ahlus sunnah) mengingkari dzikir dan shalat! Padahal sebenarnya yang mereka ingkari adalah penyelewengan ahlu bid’ah dari tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam dzikir, shalat dan lain-lain.” [28]

Syubhat Ketujuh
Ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
“Mengagungkan maulid dan menjadikannya sebagai perayaan, bisa jadi dilakukan oleh sebagian  manusia dan dia mendapatkan pahala yang besar karena niatnya yang baik dan pengagungannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Mereka mengatakan dengan nada mengejek: “Inilah Syaikhul Islamnya kaum Wahabi, dia sendiri membolehkan perayaan maulid dan mengatakan bahwa perayaan tersebut berpahala!!” Seperti dilakukan oleh pengelola blog sesat “Salafytobat” dalam artikel mereka Ibnu Taimiyyah Membungkam Wahhabi.

Jawaban:
1. Hendaknya diketahui oleh semua bahwa sikap Salafiyyun, Ahlus Sunnah terhadap Ibnu Taimiyyah rahimahullah sama halnya seperti sikap mereka terhadap para ulama lainnya, “Mereka tidak taklid terhadap seorang pun dalam beragama seperti halnya perbuatan ahli bid’ah, mereka tidak mendahulukan pendapat seorang ulama pun -sekalipun ilmunya tinggi- apabila memang telah jelas bagi mereka kebeneran, mereka melihat kepada ucapan bukan orang yang mengucapkan, kepada dalil bukan taklid, mereka selalu mengingat ucapan Imam Malik bin Anas rahimahullah: “Setiap orang dapat diterima dan ditolak pendapatnya kecuali penghuni kubur ini (Nabi Muhammad).” [30]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah sendiri berkata: “Adapun masalah keyakinan, maka tidaklah di ambil dariku atau orang yang lebih besar dariku, tetapi diambil dari Allah azza wa jalla, Rosul-Nya dan kesepatakan salaf umat ini, keyakinan dari al-Qur’an harus diyakini, demikian juga dari hadits-hadits yang shohih.” [31]

2. Memahami ucapan Ibnu Taimiyyah rahimahullah di atas harus lengkap dari awal hingga akhir pembahasan, jangan hanya diambil sepenggal saja sehingga menjadikan kita salah faham.

Betapa banyak pencela ucapan yang benar
Sisi cacatnya adalah pemahaman yang dangkal
.” [32]

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Kesalahan itu apabila karena jeleknya pemahaman pendengar bukan karena kecerobohan pengucap bukanlah termasuk dosa bagi pembicara, para ulama tidak mensyaratkan apabila mereka berbicara agat tidak ada seorangpun yang salah faham terhadap ucapan mereka, bahkan manusia senantiasa memahami salah ucapan orang lain tidak sesuai dengan keinginan mereka.” [33]

3. Bagaimana dikatakan Ibnu Taimiyyah rahimahullah mendukung dan membolehkan perayaan maulid, sedangkan beliau sendiri yang mengatakan:
“Adapun menjadikan suatu perayaan selain perayaan-perayaan yang disyariatkan seperti sebagian malam bulan Rabi’ul Awal yang disebut malam kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau sebagian malam Rojab atau tanggal delapan Dzulhijjah atau awal Jum’at bulan Rojab atau delapan Syawwal yang disebut oleh orang-orang jahil sebagai ‘Id al Abror, semua itu termasuk bid’ah yang tidak dianjurkan oleh salafush shalih dan tidak mereka lakukan.” [34]

4. Maksud Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam ucapannya di atabukan berarti membolehkan perayaan maulid, tetapi hanya mengatakan bahwa bisa jadi orang yang merayakan maulid itu diberi pahala karena niatnya yang bagus yaitu mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Baiklah agar kita memahami ucapan Ibnu Taimiyyah rahimahullah dengan bagus, kami akan nukilkan teksnya (afwan, teks bisa dilihat di Majalah al Furqon Edisi 7 Tahun Kesembilan. Shofar 1431, Jan-Feb 2010 Hal.48 atau antum bisa kunjungi link berikut –> Ibnu Taimiyyah dan Maulid Nabi – Menyingkap Kedustaan Salafytobat) berikut terjemahannya:
“Demikian pula apa yang diada-adakan oleh sebagian manusia, bisa jadi untuk menyerupai orang-orang nashoro dalam kelahiran Isa ‘alaihissalam dan bisa jadi karena cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  dan pengagungan kepada beliau. Dan Allah bisa jadi memberikan pahala kepada mereka karena sebab kecintaan dan semangat, bukan karena bid’ah menjadikan kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai perayaan padahal ulama telah berselisih  tentang (tanggal) kelahirannya. Semua ini tidak pernah dikerjakan oleh generasi salaf radhiyallahu ‘anhum (Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in), karena seandainya hal itu baik tentu para salaf lebih berhak mengerjakannya daripada kita. Karena mereka jauh lebih cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mereka lebihh bersemangat dalam melaksanakan  kebaikan. Sesungguhnya cinta Rosul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan mengikuti beliau, menjalankan perintahnya, menghidupkan sunnahnya secara zhohir dan batin, menyebarkan ajarannya dan berjihad untuk itu semua, baik dengan hati, tangan ataupun lisan. Karena inilah jalan para generasi utama dari kalangan Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan.” [35]

Ini adalah penjelasan gamblang dari Ibnu Taimiyyah rahimahullah bahwa pahala orang yang merayakan maulid karena niatnya yang baik yaitu cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan berarti bahwa maulid itu disyariatkan, sebab seandainya itu disyariatkan tentu akan dilakukan oleh para salaf yang lebih cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada kita. Beliau mengatakan: “Kebanyakan mereka yang bersemangat melakukan bid’ah-bid’ah seperti ini sekalipun niat dan tujuan mereka baik yang diharapkan dengan niatnya tersebut mereka diberi pahala, enagkau dapati mereka malas dalam menjalankan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka seperti seorang yang menghiasi mushaf tetapi tidak membacanya, atau membaca tapi tiak mengikuti isi kandungannya, atau tak ubahnya seperti orang yang menghiasa masjid tetapi tidak sholat didalamnya ata shalat tapi jarang. [36]

Dengan demikian, jelaslah bagi orang yang memiliki pandangan kesalahan orang yang menjadikan ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah diatas untuk mendukung perayaan maulid nabi. [37]

Note:
[1] Risalah fi Tahqiqil Bid’ah hal.5-6
[2] Al-Muwafaqot Fi Ushul Syariah: 3/52
[3] HR.Muslim 1162
[4] Lihat Al-Inshof fima Qila fil Maulid: 44-45 oleh Syaikh Abu Bakar al-Jazairi
[5] Minhatul Allam 5/78-79 oleh Syaikh Abdullah al-Fauzan
[6] HR.al-Bukhari: 3648 dan Muslim: 1911
[7] Lihat Hiwar Ma’al Maliki hal.55-56, Abdullah al-Mani’
[8] Idem hal.85
[9] Definisi mursal yang populer di kalangan mayoritas ahli hadits adalah suatu hadits yang diriwayatkan dari tabi’in langsung kepada Rasulullah (lihat Jami’ Tahshil fi Ahkamil Marosil al-Ala’i hal.31)
[10] Lihat Fathul Bari Ibnu Hajar: 9/145
[11] Lihat masalah ini secara panjang lebar dan keterangan para ulama tentangnya dalam al-Muqoddimat al-Mumahhidat as-Salafiyyat fi Tafsir Ru’aa wal Manamat hal.247-283 oleh Syaikh Masyhur bin Hasan dan Umar bin Ibrahim
[12] Lihat Fathul Bari Ibnu Hajar: 9/145
[13] Al-Maurid fi Hukmil Ihtifal  bil Maulid hal.21-23, Aqil bin Muhammad al-Yamani. Lihat pula al-Qoulul Fashl Ismail al-Anshori hal.486-489
[14] Silsilah Ahadits adh-Dho’ifah: 533
[15] Lihat Hiwar ma’a Maliki hal.90-91 oleh Syaikh Abdulloh bin Sulaiman al-Mani’
[16] Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlihi: 2/91-92
[17] Sunan Kubro al-Baihaqi: 10/211
[18] Adab Syar’iyyah: 2/77
[19] Hilyatul Auliya Abu Nu’aim: 9/4
[20] Al-Inshof, al-Mardhawi: 29/350
[21] Marotibul Ijma’ hal.175 dan dinukil asy-Syathibi dalam al-Muwafaqot: 4/134
[22] Shiyanatul Insan ‘an Waswasati Syaikh Dahlan hal.228 oleh Syaikh Syaikh Muhammad Basyir al-Hindi. Lihat pula asy-Syifa bi Ta’rif Huquqil Musthofa 2/16 oleh al-Qodhi Iyadh
[23] Syarh Mumti’, Ibnu Utsaimin: 5/112-113
[24] Fatawa Muhammad bin Ibrahim: 3/51, ar-Roddul Qowi, at-Tuwaijiri hal.171
[25] Fatawa Lajnah Da’imah: 3/14-15
[26] at-Tabarruk, Dr.Nashir al-Judai’ hal.372
[27] Dikeluarkan oleh Baihaqi dalam Sunan Kubro: 2/46 dan dishohihkan oleh al-Albani dalam Irwa’ul Gholil: 2/236
[28] Irwa’ul Gholil: 2/236
[29] Iqtidho’ Shirathil Mustaqim 2/126
[30] Ahkamul Jana’iz hal.222 oleh al-Albani
[31] Majmu’ Fatawa: 3/157
[32] Diwan al-Mutanabbi hal.232
[33] Al-Istighosah fir Roddi ‘ala al-Bakri: 2/705
[34] Al-Fatawa Al-Kubro: 4/414
[35] Iqtidho’ Shirotil Mustaqim: 2/123-124
[36] Idem: 2/124
[37] Lihat Hukmul Ihtifal bil Maulid Nabawi war Ruddi ‘ala Man Ajazahu, Muhammad bin Ibrahim hal.46-50 dan al-Qolulul Fashl, Ismail al-Anshori hal.513-517

sumber: diketik ulang dari Majalah al-Furqon Edisi 7, Tahun Kesembilan, Shofar 1431, Jan-Feb 2010 Hal.43-49

Semoga bermanfaat bagi kami dan juga kaum muslimin. Barakallahu fiikum.

Link Terkait:

  1. Download Audio: “Polemik Perayaan Maulid Nabi – Ustadz Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi Hafizhahullah
  2. Mengkritisi Sejarah Perayaan Maulid Nabi – Ustadz Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi hafizhahullah
  3. Benarkah Sholahuddin al-Ayyubi Pencetus Perayaan Maulid Nabi – Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Latif Abu Yusuf Hafizhahullah
  4. Barzanji Kitab Induk Peringatan Maulid Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
  5. Peringatan Maulid Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam Menurut Syari’at Islam – Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas Hafizhahullah

Dipublikasikan kembali oleh : Al Qiyamah – Moslem Weblog

Posted on Februari 5, 2011, in Bid'ah and tagged , , , , , . Bookmark the permalink. 40 Komentar.

  1. Ahsanta baarakallah fiik….

    Semoga Allah merahmati admin blog ini…

    Zadakallah khirsan…

  2. Bismillahi wal hamdulillahi , ana ijin share ya akh buat bog ana.., jazakallahu khoiron

  3. afwan… ana adalah termasuk orang yang senang dengan perayaan maulid ….. acara maulid menurut ana adalah suatu yang baik sarana yang dapat membangkitkan ummat untuk mengenal sunnah, tapi mengapa segelincir saudara kita hanya menghardik dan menyalahkan atas dangkalnya pemahaman tentang hadist, lihat kau dengarkan lalu kau resapi …… kenalilah akdahmu.

  4. Assalaamu ‘Alaikum wa Rohmatullohi wa Barokatuh…
    Bagaimana ni ummat islam…, Perayaan Maulid Nabi yang dirayakan cuma setahun sekali saja diperdebatkan, sedangkan acara-acara yang ditayangkan di TV yang jelas-jelas tidak sesuai dengan ajaran islam dan akan mengikis abis tradisi-tradisi islami malah dibiarkan aja.
    saya pikir justru tradisi-tradisi islami yang sudah lama ada justru harus dikembangkan lagi untuk menjaga agar tidak dilupakan oleh ummat islam digenerasi yang akan datang.
    Wassalamu ‘Alaikum wa Rohmatullohi wa Barokatuh

  5. Ya Nabi Salaamun ‘Alaik…
    Ya Rosul Salaamun ‘Alaik
    Ya Habibi Salaamun ‘Alaik..

  6. Kepada saudaraku sekalian, semoga Allah memberikan kita petunjuk. Tolong dibaca dan dipahami dulu tulisan ust. Abu Ubaidah diatas. kalau kita tidak membacanya dengan seksama, maka kita tak akan paham terhadap permasalahan ini. Setiap bentuk perayaan atau apapun namanya yang disandarkan kepada Islam tetapi tidak ada contoh dari Nabi Sholallohu ‘Alaihi Wasalam serta para Sahabat Beliau didalam hal tersebut, maka tolong jangan disandarkan kepada agama yang dibawa oleh Beliau Sholallohu ‘Alaihi Wasalam. karena dengan kita menyandarkan acara ini dengan label Islam, maka kita dituntut dengan dalil dari Al-Qur’an dan Hadits. Maka datangkanlah hujjah kalian jika kalian mengetahui… Barokallahu fiikum.

  7. Kepada admin blog ana ucapkan Jazaakallahu khoiron. Ana sekalian ijin mau copy paste…
    Diijinkan tidak?

  8. assalamualaikum…
    memang betul semua dalil diatas…tp bisa ya anda mentafsirkan al-qu’an dan al-hadist dengan menurut saya…apakah anda seorang mujtahid..?apakah 12 pan agama telah termaktub didada anda? kami mengikuti perayaan maulid nabi bukan pendapat kami,tp mengikuti pendapat ulama -ulama terdahulu seperti syeikh ibn hajar al-asqolani رحمه الله dan ulama-ulama lain …walaupun perayaan maulid itu dengan berbagai syarat…dan tidak wajib dilaksanakan…hanya semoga dengan adanya peringatan maulid orang-orang khususnya masyarakat awam bisa mendengarkan ceramah-ceramah dan mengambil khazanah-khazanah tentang keislaman , agar mereka tahu keagungan Rosululloh صلى الله عليه وسلم ,dan mau mengikuti akhlaqul karimah dan sunnah Rosululloh صلى الله عليه وسلم…apakah anda tidak tahu…seiring bertambahnya waktu, kemajuan zaman ..pengaruh globalisasi semakin mempengaruhi dunia islam ..khususnya indonesia..sehingga orang-orang,banyak yang ga mau datang lagi ke pengajian-pengajian…nah dengan adanya peringatan maulid ini semoga saja mereka mau lagi belajar tentang agama…ini bukan syari’at tp cuma syi’ar..ingat yaa akhi …indonesia bukan negara islam..yang sangat dengan mudah digonjang ganjing oleh orang-orang kafir..jikalau perayaan maulid sudah tidak dilaksanakan lagi … apa jadinya ummat di indonesia ini..tidak ada penggerak atau mobilisasi tuk mendorong kemajuan islam…ini cuma mas’alah furu’iyah yang tidak menyangkut aqidah…janganlah ummat islam disibukkan dengan kontroversi ini..masing-masing punya dalil ko…masih banyak masalah-masalah yang harus difokuskan , diantaranya semakin maraknya kristenisasi yang ada di indonesia,pengaruh free sex orang barat ..dan lain sebagainya..marilah kita introsfeksi diri…semoga kita semua dirahmati الله سبحانه وتعالى amiin..syukron yaa akhi..jazaakalloHu khoiron…
    wassalamu’alaikum..

  9. Wahai Saudaraku seiman, Janganlah hal2 seperti ini diperdebatkan yang pada akhirnya akan mengkotak2 umat Islam. Masing-masing punya dalil dan keyakinan dan jika diperdebatkan terus tidak akan ada yang menang dan kalah..

    Biarlah bagi kami mengamalkan maulid sebagai sarana u/ mencintai sang Nabi SAW, jika kalian tidak setuju ya silahkan, janganlah membid’ahkan dengan hanya Ilmu sedikit.

    Bagi kami amalan kami, bagi kamu amalanmu…

  10. Tulisan Anda
    Kami katakan: “Benar, memang mereka menganggap baik hal itu, tetapi hal itu ukan hujjah, semua ulama pasti ada ketergelincirannya, kita dituntut untuk mengikuti dalil, bukan mengikuti kesalahan ulama.”

    kemudian Anda katakan
    – Sulaiman at-Taimi rahimahullah mengatakan: “Apabila engkau mengambil setiap ketergelinciran ulama, maka telah berkumpul pada dirimu seluruh kejelekan.”
    – Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkomentar: “Ini adalah ijma’, saya tidak mendapati perselisihan ulama tentangnya.” [16]
    – Al-Auza’i rahimahullah berkata: “Barangsiapa memungut keganjilan-keganjilan ulama, maka dia akan keluar dari Islam.” [17]
    – Hasan al Bashri rahimahullah berkata: “Sejelek-jelek hamba Allah adalah mereka yang memungut masalah-masalah ganjil untuk menipu para hamba Allah.” [18]
    – Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah berkata: “Seorang tidaklah disebut alim bila dia menceritakan pendapat-pendapat yang ganjil.” [19]
    – Imam Ahmad rahimahullah menegaskan bahwa orang yang mencari-cari pendapat ganjil adalah seorang yang fasiq.[20]

    Terlihat jelas, Anda tidak bisa menempatkan ucapan ulama dengan sesuai. Pertama, apakah Anda yakin ucapan ulama2 tersebut tergelincir. Mereka memiliki pemikiran yang kuat. Apakah ilmu Anda telah melebihi imam Suyuthi, Ibnu Hajar, dan yang lainnya sehingga Anda dengan mudah mengatakan mereka tergelincir.
    Kedua,
    Anda menukil ucapan Al Hasan Al Basri yang beliau sangat cinta maulid ke dalam pembahasan ini. Distorsi Anda sangat terlihat di sini. Mungkin memang pemahaman Anda belum sampai ke sana.

  11. Tulisan Anda
    Kami katakan: “Benar, memang mereka menganggap baik hal itu, tetapi hal itu ukan hujjah, semua ulama pasti ada ketergelincirannya, kita dituntut untuk mengikuti dalil, bukan mengikuti kesalahan ulama.”

    kemudian Anda katakan
    – Sulaiman at-Taimi rahimahullah mengatakan: “Apabila engkau mengambil setiap ketergelinciran ulama, maka telah berkumpul pada dirimu seluruh kejelekan.”
    – Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkomentar: “Ini adalah ijma’, saya tidak mendapati perselisihan ulama tentangnya.” [16]
    – Al-Auza’i rahimahullah berkata: “Barangsiapa memungut keganjilan-keganjilan ulama, maka dia akan keluar dari Islam.” [17]
    – Hasan al Bashri rahimahullah berkata: “Sejelek-jelek hamba Allah adalah mereka yang memungut masalah-masalah ganjil untuk menipu para hamba Allah.” [18]
    – Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah berkata: “Seorang tidaklah disebut alim bila dia menceritakan pendapat-pendapat yang ganjil.” [19]
    – Imam Ahmad rahimahullah menegaskan bahwa orang yang mencari-cari pendapat ganjil adalah seorang yang fasiq.[20]

    Terlihat jelas, Anda tidak bisa menempatkan ucapan ulama dengan sesuai. Pertama, apakah Anda yakin ucapan ulama2 tersebut tergelincir. Mereka memiliki pemikiran yang kuat. Apakah ilmu Anda telah melebihi imam Suyuthi, Ibnu Hajar, dan yang lainnya sehingga Anda dengan mudah mengatakan mereka tergelincir.
    Kedua,
    Anda menukil ucapan Al Hasan Al Basri yang beliau sangat cinta maulid ke dalam pembahasan ini. Distorsi Anda sangat terlihat di sini. Mungkin memang pemahaman Anda belum sampai ke sana.

  12. saya kok masih bingung… membaca sholawat, baca al qur’an belajar sejarah nabi, shodaqoh semua memang ibadah… apa yg salah… ?

    • @humam
      semoga Allah memberkahi anda..
      tdk ada yang salah dengan membaca sholawat, baca al qur’an, dzikir, shalat, sedekah dll nya. karena itu semua adalah ibadah. tp yang perlu diperhatikan adalah cara beribadahnya, apa itu sesuai dengan yg diajarkan oleh Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- atau tidak.

      coba antum baca apa yang telah di tulis al Ustadz Firanda -hafizhahullah- di bawah ini: (mari kita renungi bersama..)

      ——————-
      Kita ketahui bersama bahwa sholat berjama’ah adalah perkara yang baik dan dianjurkan. Kita juga tahu bahwa sholat tahiyyatul masjid adalah perkara yang baik dan dianjurkan. Seandainya sekarang sekelompok orang setiap masuk masjid mereka melaksanakan sholat tahiyyatul masjid secara berjamaah apakah merupakan perkara yang baik??, tentu akan ada banyak orang yang mengingkari perbuatan mereka, karena perbuatan mereka itu sama sekali tidak pernah dilakukan oleh siapapun sebelum mereka, dan mereka telah terjatuh dalam bid’ah (walaupun mereka memandang apa yang mereka lakukan itu merupakan kebaikan).

      Seandainya ada orang yang melaksanakan umroh kemudian mereka setiap sekali putaran thowaf ia sholat, apakah perbuatannya itu baik?? Tentu tidak, ia akan diingkari oleh semua orang karena perbuatannya itu tidak ada contohnya (walaupun sholat adalah perkara yang baik). Tidak ada jalan lain bagi kita untuk melarangnya kecuali kita mengatakan bahwa Rasulullah tidak pernah mencontohkan tata cara demikian.

      Demikian juga seandainya jika seeorang yang sa’i antara sofa dan marwah kemudian setiap ia sampai di safa atau di marwa ia sholat sunnah karena bersyukur kepada Allah, apakah perbuatannya itu baik?? Tidak ada jalan lain bagi kita untuk melarangnya kecuali kita katakan kepadanya bahwa Rasulullah tidak pernah melakukan tata cara demikian.

      Atau jika ada seseorang yang setiap mau keluar dari mesjid ia berhenti sebentar dipintu mesjid untuk membaca ayat kursi, surat Al-Falaq dan An-Naas dengat niat meminta perlindungan kepada Allah dari gangguan syaitan karena banyak syaithon berkeliaran di luar mesjid. Maka jelas ini adalah perbuatan bid’ah walaupun sepintas apa yang di lakukannya itu sangat baik. Dan kita tidak bisa mengingkarinya karena ia akan berdalil dengan dalil-dalil yang menjelaskan fadilah dan keutamaan membaca ayat kursi, surat Al-Falaq dan surat An-Naas. Kita tidak bisa mengingkarinya kecuali dengan mengatakan bahwa apa yang engkau lakukan tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.

      عن سعيد بن المسيب أَنَّهُ رَأَى رَجُلاً يُصَلِّي بَعْدَ طُلُوْعِ الْفَجْرِ أَكْثَرَ مِنْ رَكْعَتَيْنِ يُكْثِرُ فِيْهَا الرُّكُوْعَ وَالسُّجُوْدَ فَنَهَاهُ فَقَالَ : ياَ أَبَا مُحَمَّدٍ يُعَذِّبُنِي اللهُ عَلَى الصَّلاَةِ؟ قَالَ : لاَ وَلَكِنْ يُعَذِّبُكَ عَلَى خِلاَفِ السُّنَّةِ

      Dari Sa’id bin Al-Musayyib (yang merupakan seorang tabi’in -generasi setelah generasi sahabat- yang tersohor dengan ketakwaan dan kefaqihannya dalam perkara-perkara agama-pen) dia melihat seseorang setelah terbit fajar (setelah adzan subuh) sholat lebih dari dua rakaat, ia memperbanyak rukuk dan sujud dalam sholatnya tersebut. Maka Said bin Al-Musayyibpun melarangnya, orang itu berkata kepada Sa’id bin Al-Musayyib, “Wahai Abu Muhammad, apakah Allah akan mengadzabku karena aku sholat?”, Sa’id menjawab, “Tidak, tetapi Allah mengadzabmu karena engkau menyelisihi sunnah” (Dirwiayatkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubro (2/466) dan Abdurrozaq dalam musonnaf beliau (3/52))

      Larangan Sa’id bin Al-Musayyib kepada orang itu karena tidak dikenal ada sholat sunnah antara adzan subuh dan iqomat kecuali dua rakaat sebelum sholat subuh. Oleh karena itu jika ada seseorang sholat dengan rakaat yang banyak sekali sebelum sholat subuh maka ia telah melanggar sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu a’lam bis sowab.
      —————————-

      silahkan antum baca penjelasan lebih lengkapnya di:
      http://www.firanda.com/index.php/artikel/manhaj/91-niat-baik-semata-tidaklah-cukup

      semoga bermanfaat…

    • Yang salah ialah bila seseorang melakukan ibadah tidak sesuai petunjuk Nabi… ini berarti (disadari atau tidak) ia menuduh ajaran Islam belum sempurna tanpa ibadah-ibadah hasil rekayasanya tsb, alias kemungkinannya ada dua: Pertama, Nabi tidak mengetahui bahwa hal tsb adalah ibadah yg seyogyanya dilakukan (dan ini berarti bahwa ybs lebih alim dari Nabi), atau kedua, Nabi mengetahuinya namun tidak menyampaikannya secara terus terang (dan ini berarti menuduh Nabi masih menyembunyikan sebagian wahyu yg harus disampaikan).

      Kalau saya tanya anda: Bukankah shalat itu ibadah yg baik dilakukan? Anda pasti menjawab: “Tentu”. Tapi kalau ada seseorang yg mengajarkan shalat wajib 6 waktu (menambahkan satu waktu, umpamanya antara shalat isya dan subuh ditambahkan shalat keenam), kira-kira bagaimana menurut Anda?

  13. alhamdulillah,syukron atas penjelasannya.sangat masuk akal.

  14. penjelasan subhat no3 ada tambahan nih:
    lengkap hadistnya:
    Telah menceritakan kepada kami [Al Hakam bin Nafi’] Telah mengabarkan kepada kami [Syu’aib] dari [Az Zuhri] ia berkata; Telah mengabarkan kepadaku [Urwah bin Az Zubair] bahwa [Zainab binta Abu Salamah] Telah mengabarkan kepadanya bahwa [Ummu Habibah binti Abu Sufyan] Telah mengabarkan kepadanya bahwa ia pernah berkata, “Wahai Rasulullah nikahilah saudaraku binti Abu Sufyan.” Maka beliau balik bertanya: “Apakah kau suka akan hal itu?” aku menjawab, “Ya. Namun aku tidak mau ditinggal oleh Anda. Hanya saja aku suka bila saudariku ikut serta denganku dalam kebaikan.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: “Sesungguhnya hal itu tidaklah halal bagiku.” Aku berkata, “Telah beredar berita, bahwa Anda ingin menikahi binti Abu Salamah.” Beliau bertanya: “Anak wanita Ummu Salamah?” aku menjawab, “Ya.” Maka beliau pun bersabda: “Meskipun ia bukan anak tiriku, ia tidaklah halal bagiku. Sesungguhnya ia adalah anak saudaraku sesusuan. Tsuwaibah telah menyusuiku dan juga Abu Salamah. Karena itu, janganlah kalian menawarkan anak-anak dan saudari-saudari kalian padaku.” Urwah berkata; Tsuwaibah adalah bekas budak Abu Lahab. Waktu itu, Abu Lahab membebaskannya, lalu Tsuwaibah pun menyusui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan ketika Abu Lahab meninggal, ia pun diperlihatkan kepada sebagian keluarganya di alam mimpi dengan keadaan yang memprihatinkan. Sang kerabat berkata padanya, “Apa yang telah kamu dapatkan?” Abu Lahab berkata.”Setelah kalian, aku belum pernah mendapati sesuatu nikmat pun, kecuali aku diberi minum lantaran memerdekakan Tsuwaibah.”
    jalur sanad hadsit tersebut:

    6–Al Hakam bin Nafi’wafat 222H(nama kuniya Abu Al Yaman dari kalangan tabiul Atba’ kalangan tua) [Abu hatim Ar Rozy mengatakan tsiqah Shaduuq, Al Ajli laba ‘sabih]==>

    5—Syu’aib bin Abi hamzah Dinar wafat 162H(nama kuniyaAbu Bisyirdari kalangan tabi’ut tabi’in kalangan tua) [Abu hatim mengatakan Tsiqah, Adz Dzahabi mengatakan Hafidz]==>

    4—Muhammad bin Muslim bin Ubaidah bin Abdullah bin Syihab Wafat 124H(nama kuniya Abu Bakar kalangan tabi’ut tabi’in kalangan pertengahan) [Adz Dzahabi mengatakan seorang tokoh, Ibnu Hajar Al ‘Asqalani mengatakan Faqih hafidz muthin]==>

    3—Urwah bin Az Zubair bin Al ‘Awwan bin Khuwalid bin Asad bin Abdul ‘Izzi bi Qu 93H (nama kuniya Abu Abdullah kalangan tabi’ut tabi’in kalangan pertengahan) [Al ‘Ajli mengatakan Tsiqah, Ibnu Hajar Al ‘Asqalani mengatakan Tsiqah]==>

    2—Zainab binti Abi salamah bin ‘Abdul Aswad wafat 73H (shahabiyah)==>

    1—Ramlan binti Abi Sufyan Shakhr bin Harb bin Umayah wafat 49H (nama kuniyaUmmu Habibah binti Abu Sufyan , golongan shahabiyah) :

    dari lafazh hadists:
    maka:

    Ummu Habibah binti Abu Sufyan:Wahai Rasulullah nikahilah saudaraku binti Abu Sufyan
    Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:Apakah kau suka akan hal itu?
    Ummu Habibah binti Abu Sufyan:Ya. Namun aku tidak mau ditinggal oleh Anda, Hanya saja aku suka bila saudariku ikut serta denganku dalam kebaikan.
    Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:Sesungguhnya hal itu tidaklah halal bagiku
    ====
    Ummu Habibah binti Abu Sufyan: Telah beredar berita, bahwa Anda ingin menikahi binti Abu Salamah

    Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:Anak wanita Ummu Salamah?

    Ummu Habibah binti Abu Sufyan: “Ya.”

    Rasulullah shallallahu alaihi wasallamm: “Meskipun ia bukan anak tiriku, ia tidaklah halal bagiku. Sesungguhnya ia adalah anak saudaraku sesusuan. Tsuwaibah telah menyusuiku dan juga Abu Salamah. Karena itu, janganlah kalian menawarkan anak-anak dan saudari-saudari kalian padaku.”

    =====maka hadist tersebut di sampaikan kepada perwi no 2 dan perawi no3 (Urwah bin Az Zubair bin Al ‘Awwan bin Khuwalid bin Asad bin Abdul ‘Izzi bi Qu 93H (nama kuniya Abu Abdullah) kemudian urwah menjelaskan bahwa

    Tsuwaibah adalah bekas budak Abu Lahab. Waktu itu, Abu Lahab membebaskannya, lalu Tsuwaibah pun menyusui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan ketika Abu Lahab meninggal, ia pun diperlihatkan kepada sebagian keluarganya di alam mimpi dengan keadaan yang memprihatinkan. Sang kerabat berkata padanya, “Apa yang telah kamu dapatkan?” Abu Lahab berkata.”Setelah kalian, aku belum pernah mendapati sesuatu nikmat pun, kecuali aku diberi minum lantaran memerdekakan Tsuwaibah.”

    kepada perawi ke 4 (Muhammad bin Muslim bin Ubaidah bin Abdullah bin Syihab Wafat 124H(nama kuniya Abu Bakar) dar perawi setelahnya

    mengapa lafazh ini dikatakan mursal karena tidak ada terusannya hanya penjelasan siapakah Tsuwaibah ditambahkan dengan lanjutannya,…. sedang perawi yang menjelaskan berita yang dibawa oleh urwah tidak berlanjut sampai sahabat,….sedangkan urwah dari golongan bukan sahabat

    hal itulah mengapa dikatakan mursal
    apa arti mursal???
    Etimologi: Bentuk ism maf’ul dari arsala yursilu. Diktakan arsaltul kalama irsalan artinya aku melontarkan kata2 secara umum tanpa danya ikatan (Al-Mishbah Al Munir (I/226))

    Testimologi:
    Hadist yang di marfu’kan oleh tabi’i kepada nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, baik dari kalangan tabi’in yang dewasa ataupun tabi’in yang masih kecil. (Syarh Nukhbah Al-Fikhr (63)), Jami’at Thashil (24))
    (maksudnya sanadnya hanya sampai tabi’in tok tidak sampai sahabat, apa lagi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam)

    lalu kenapa dalam shahih bukhari yang dikenal tanpa cacat hadist ini dimasukan???
    jawaban yang benar adalah,…. secara keseluruhan hadist ini tidak ada yang cacat apa lagi
    kalau disampaikan sempurna tanpa potongan,.. toh sudah dijelaskan bahwa urwah hanya menjelaskan,.. yang salah adalah menyampaikan hadist ini dengan potongan sehingga merubah arti,…

    ditambah lagi meletakannya dalam kitab nikah, pastinya imam bukhari membawakan dengan maksud mengutamakan hadist tentang pernikahannya bukan yang dibawa oleh urwah, tanpa memotong sesuai yang ia dapatkan

  15. Hati2 umat Islam yg membaca blog/tulisan2 dr kelompok salafy/ wahabi takfir yg senang memecah belah umat dari dalam. Ajaran mereka sesungguhnya ajaran bathil yg berkedok tauhid. Inilah sumber perpecahan dan akar pangkal terorisme khususnya di Indonesia. Apabila tidak sepaham, mereka tdk segan2 utk menyalahkan, menyesatkan bahkan mengkafirkan muslim yg lain. Urusan milad/memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAAW, mereka bid’ahkan (dgn alasan tdk pernah dicontohkan oleh Nabi), sementara milad raja saudi mereka rayakan, bahkan mereka jadikan sebagai hari libur nasional. Anak ulang tahun mereka rayakan, milad kemerdekaan, milad NU, milad Muhammadiyah, Milad PKS dll mereka rayakan, sementara mengenang/memperingati hari kelahiran Manusia yg paling mulia di alam ini mereka bid’ahkan.Adabnya kepada Rasulullah SAAW saja sudah begini, bagaimana mau mendapatkan syafa’at Rasul ?

    • Hehehe sayang sekali, dari tulisanmu saja sudah mencerminkan sbnrnya kaulah org yg demen memecah belah. Emangnya ada dalilnya gitu klo ga merayakan maulid ga bakal dapet syafa’at Rasul???????
      Heheheheeee…mau ketawa saya.

      Lucu sekali ya, syafa’at Rasul ga bakal diperoleh org2 yg ga merayakan hari ultah beliau. Padahal eh padahal, Rasul shallallahu alaihi wasallam sendiri ga pernah mensyariatkan perayaan hari ultah beliau, pun para sahabat, para ahlul bait di masa 3 generasi terbaik, para tabi’in, tabi’ut tabi’in serta para imam madzhab.
      Kau mau mengkapling syafa’at ya? wkwkwkwkwkwk……

      “Ajaran mereka sesungguhnya ajaran bathil yg berkedok tauhid. Inilah sumber perpecahan dan akar pangkal terorisme khususnya di Indonesia” —> Galak bener om, kenapa ga sekalian aja bilang salafy/wahabi agen zionis yahudi yg sedang menyamar?? Kami udh biasa kok dibilang kyk gitu. Hanya kepada Allah-lah kami mengadu.

  16. Memang berat ya dakwah tauhid itu. Sampe2 ustadz2 yg mendakwahkan tauhid berdasarkan Qur’an dan sunnah2 shahih sering jadi target fitnah pemecah belah umat, dakwah tauhid dibilang bathil, dibilang kedok…dibilang akar pangkal terorisme….Allahul Musta’an….

    • Coba cermati tulisan Ali Akbar ketika menulis singkatan shalawat kepada nabi. Dia tulis SAAW yg sangat dentik sekali dengan penyingkatan shalawat orang syiah. Hati-hati dengan paham syi’ah yg pernah diingatkan oleh MUI. Allahu a’lam

  17. Sebetulnya Apa yang harus kita Ribut kan ??? Hanya Nafsu dan fanatik kelompoklah yang membuat kita tidak memahami perkataan

    ====“Demikian pula apa yang diada-adakan oleh sebagian manusia, bisa jadi untuk menyerupai orang-orang nashoro dalam kelahiran Isa ‘alaihissalam dan bisa jadi karena cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pengagungan kepada beliau. Dan Allah bisa jadi memberikan pahala kepada mereka karena sebab kecintaan dan semangat, bukan karena bid’ah menjadikan kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai perayaan padahal ulama telah berselisih tentang (tanggal) kelahirannya. ====

    Fahami lagi tulisan anda bro…

    Kesimpulannya tergantung Niat bukan ??? Karena kata Beliau bisa juga menjadi pahala karena kecintaan akan Muhammad..

    Ratusan tahun pun debat ini tidak akan selesai-selesai dan Mungkin juga anda akan mewariskan debat ini pada generasi penerus anda dengan menunjukkan siapa yang paling benar…

    ======
    Di iran , Iraq, Afghanistan, di Afrika semua saudara kita di aniaya sementara semua yang ngakunya ulama senangnya ceramah di balik belakang meja , internet dan media yang nyaman,, tetapi sayangkan bukannya memberi pencerahan,,tapi membuat jurang pemisah yang semakin dalam antar umat….

    Tapi apa boleh buat…karena Surga sudah mereka claim untuk mereka sendiri

  18. lau kaana khairan lasabaquuna ilaihi

  19. jika kita memang mencintai rasulullah, hidupkanlah sunnah2nya yg hampir mati..

  1. Ping-balik: Menjawab Syubhat-Syubhat Perayaan Maulid Nabi dan Benarkah Ibnu Taimiyyah Rahimahullah Mendukung Maulid Nabi? « Abufahmiabdullah’s Weblog

  2. Ping-balik: Menjawab Syubhat-Syubhat Perayaan Maulid Nabi dan Benarkah Ibnu Taimiyyah Rahimahullah Mendukung Maulid Nabi? « Learn something by Tomy gnt

  3. Ping-balik: SIAPA YANG CERDAS DI ANTARA ANTUM ? « PUSTAKA LAKA

Tinggalkan Balasan ke abu arkan Batalkan balasan