Benarkah Sholahuddin al-Ayyubi Pencetus Perayaan Maulid Nabi?

Oleh : Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Latif Abu Yusuf hafidzahullah

Alkisah

Ada sebuah kisah yang cukup masyhur di negeri nusantara ini tentang peristiwa pada saat menjelang Perang Salib. Ketika itu kekuatan kafir menyerang negeri Muslimin dengan segala kekuatan dan peralatan perangnya. Demi melihat kekuatan musuh tersebut, sang raja muslim waktu itu, Sholahuddin al-Ayyubi, ingin mengobarkan semangat jihad kaum muslimin. Maka beliau membuat peringatan maulid nabi. Dan itu adalah peringatan maulid nabi yang pertama kali dimuka bumi.

Begitulah cerita yang berkembang sehingga yang dikenal oleh kaum Muslimin bangsa ini, penggagas perayaan untuk memperingati kelahiran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ini adalah Imam Sholahuddin al Ayyubi. Akan tetapi benarkah cerita ini? Kalau tidak, lalu siapa sebenarnya pencetus peringatan malam maulid nabi? Dan bagaimana alur cerita sebenarnya?

Kedustaan Kisah Ini

Anggapan bahwa Imam Sholahuddin al Ayyubi adalah pencetus peringatan malam maulid nabi adalah sebuah kedustaan yang sangat nyata. Tidak ada satu pun kitab sejarah terpercaya –yang secara gamblang dan rinci menceritakan kehidupan Imam Sholahuddin al Ayyubi- menyebutkan bahwa beliau lah yang pertama kali memperingati malam maulid nabi.

Akan tetapi, para ulama ahli sejarah justru menyebutkan kebalikannya, bahwa yang pertama kali memperingati malam maulid nabi adalah para raja dari Daulah Ubaidiyyah, sebuah Negara (yang menganut keyakinan) Bathiniyyah Qoromithoh meskipun mereka menamakan dirinya sebagai Daulah Fathimiyyah. Merekalah yang dikatakan oleh Imam al Ghozali: “Mereka adalah sebuah kaum yang tampaknya sebagai orang Syiah Rafidhah padahal sebenarnya mereka adalah orang-orang kafir murni.” Hal ini dikatakan oleh al Miqrizi dalam al-Khuthoth: 1/280, al Qolqosyandi dalam Shubhul A’sya: 3/398, as Sandubi dalam Tarikh Ihtifal Bil Maulid hal.69, Muhammad Bukhoit al Muthi’I dalam Ahsanul Kalam hal.44, Ali Fikri dalam Muhadhorot beliau hal.84, Ali Mahfizh dalam al ‘Ibda’ hal.126.

Imam Ahmad bin Ali al Miqrizi berkata: “Para kholifah Fathimiyyah mempunyai banyak perayaan setiap tahunnya. Yaitu perayaan tahun baru, perayaan hari asyuro, perayaan maulid nabi, maulid Ali bin Abi Tholib, maulid Hasan, maulid Husein, maupun maulid Fathimah az Zahro’, dan maulid kholifah. (Juga ada) perayaan awal Rojab, awal Sya’ban, nisfhu Sya’ban, awal Romadhon, pertengahan Romadhon, dan penutup Ramadhon…” [al Mawa’izh:1/490]

Kalau ada yang masih mempertanyakan: bukankah tidak hanya ulama yang menyebutkan bahwa yang pertama kali membuat acara peringatan maulid nabi ini adalah raja yang adil dan berilmu yaitu Raja Mudhoffar penguasa daerah Irbil?

Kami jawab: Ini adalah sebuah pendapat yang salah berdasarkan yang dinukil oleh para ulama tadi. Sisi kesalahan lainnya adalah bahwa Imam Abu Syamah dalam al Ba’its ‘Ala Inkaril Bida’ wal h\Hawadits hal.130 menyebutkan bahwa raja Mudhoffar melakukan itu karena mengikuti Umar bin Muhammad al Mula, orang yang pertama kali melakukannya. Hal ini juga disebutkan oleh Sibt Ibnu Jauzi dalam Mir’atuz Zaman: 8/310. Umar al Mula ini adalah salah seorang pembesar sufi, maka tidaklah mustahil kalau Syaikh Umar al Mula ini mengambilnya dari orang-orang Ubaidiyyah.

Adapun klaim bahwa Raja Mudhoffar sebagai raja yang adil, maka urusan ini kita serahkan kepada Allah akan kebenarannya. Namun, sebagian ahli sejarah yang sezaman dengannya menyebutkan hal yang berbeda. Yaqut al Hamawi dalam Mu’jamul Buldan 1/138 berkata: “Sifat raja ini banyak kontradiktif, dia sering berbuat zalim, tidak memperhatikan rakyatnya, dan senang mengambil harta mereka dengan cara yang tidak benar.” [lihat al Maurid Fi ‘Amanil Maulid kar.al Fakihani – tahqiq Syaikh Ali- yang tercetak dalam Rosa’il Fi Hukmil Ihtifal Bi Maulid an Nabawi: 1/8]

Alhasil, pengingatan maulid nabi pertama kali dirayakan oleh para raja Ubaidiyyah  di Mesir. Dan mereka mulai menguasai Mesir pada tahun 362H. Lalu yang pertama kali merayakannya di Irak adalah Umar Muhammad al Mula oleh Raja Mudhoffar pada abad ketujuh dengan penuh kemewahan.

Para sejarawan banyak menceritakan kejadian itu, diantaranya al Hafizh Ibnu Katsir dalam Bidayah wan Nihayah: 13/137 saat menyebutkan biografi Raja Mudhoffar berkata: “Dia merayakan maulid nabi pada bulan Robi’ul Awal dengan amat mewah. As Sibt berkata: “Sebagian orang yang hadir disana menceritakan bahwa dalam hidangan Raja Mudhoffar disiapkan lima ribu daging panggang, sepuluh ribu daging ayam, seratus ribu gelas susu, dan tiga puluh ribu piring makanan ringan…”

Imam Ibnu Katsir juga berkata: “Perayaan tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh agama dan para tokoh sufi. Sang raja pun menjamu mereka, bahkan bagi orang sufi ada acara khusus, yaitu bernyanyi dimulai waktu dzuhur hingga fajar, dan raja pun ikut berjoget bersama mereka.”

Ibnu Kholikan dalam Wafayat A’yan 4/117-118 menceritakan: “Bila tiba awal bulan Shofar, mereka menghiasi kubah-kubah dengan aneka hiasan yang indah dan mewah. Pada setiap kubah ada sekumpulan penyanyi, ahli menunggang kuda, dan pelawak. Pada hari-hari itu manusia libur kerja karena ingin bersenang-senang ditempat tersebut bersama para penyanyi. Dan bila maulid kurang dua hari, raja mengeluarkan unta, sapi, dan kambing yang tak terhitung jumlahnya, dengan diiringi suara terompet dan nyanyian sampai tiba dilapangan.” Dan pada malam mauled, raja mengadakan nyanyian setelah sholat magrib di benteng.”

Setelah penjelasan diatas, maka bagaimana dikatakan bahwa Imam Sholahuddin al Ayyubi adalah penggagas maulid nabi, padahal fakta sejarah menyebutkan bahwa beliau adalah seorang raja yang berupaya menghancurkan Negara Ubaidiyyah. [1]

Siapakah Gerangan Sholahuddin al Ayyubi [2]

Beliau adalah Sultan Agung Sholahuddin Abul Muzhoffar Yusuf bin Amir Najmuddin Ayyub bin Syadzi bin Marwan bin Ya’qub ad Duwini. Beliau lahir di Tkrit pada 532 H karena saat itu bapak beliau, Najmuddin, sedang menjadi gubernur daerah Tikrit.

Beliau belajar kepada para ulama zamannya seperti Abu Thohir as Silafi, al Faqih Ali bin Binti Abu Sa’id, Abu Thohir bin Auf, dan lainnya.

Nuruddin Zanki (raja pada saat itu) memerintah beliau untuk memimpin pasukan perang untuk masuk Mesir yang saat itu di kuasai oleh Daulah Ubaidiyyah sehingga beliau berhasil menghancurkan mereka dan menghapus Negara mereka dari Mesir.

Setelah Raja Nuruddin Zanki wafat, beliau yang menggantikan kedudukannya. Sejak menjadi raja beliau tidak lagi suka dengan kelezatan dunia. Beliau adalah seorang yang punya semangat tinggi dalam jihad fi sabilillah, tidak pernah didengar ada orang yang semisal beliau.

Perang dahsyat yang sangat monumental dalam kehidupan Sholahuddin al Ayyubi adalah Perang Salib melawan kekuatan kafir salibis. Beliau berhasil memporak porandakan kekuatan mereka, terutama ketika perang di daerah Hithin.

Muwaffaq Abdul Lathif berkata: “Saya pernah datang kepada Sholahuddin saat beliau berada di Baitul Maqdis (Palestina, red), ternyata beliau adalah seorang yang sangat dikagumi oleh semua yang memandangnya, dicintai oleh siapapun baik orang dekat maupun jauh. Para panglima dan prajuritnya sangat berlomba-lomba dalam beramal kebaikan. Saat pertama kali aku hadir di majelisnya, ternyata majelis beliau penuh dengan para ulama, beliau banyak mendengarkan nasihat dari mereka.”

Adz Dzahabi berkata: “Keutamaan Sholahuddin sangat banyak, khususnya dalam masalah jihad. Beliau pun seorang yang sangat dermawan dalam hal memberikan harta benda kepada para pasukan perangnya. Beliau mempunyai kecerdasan dan kecermatan dalam berfikir, serta tekad yang kuat.”

Sholahuddin al Ayyubi wafat di Damaskus setelah subuh pada hari Rabu 27 Shofar 589 H. Masa pemerintahan beliau adalah 20 tahun lebih.

Note:

[1] Untuk lebih lengkapnya tentang sejarah peringatan maulid nabi dan hokum memperingatinya, silahkan dilihat risalah Akhuna al- Ustadz Abu Ubaidah “Polemik Perayaan Maulid Nabi

[2] Disarikan dari Siyar A’lamin Nubala’: 15/434 no.5301

Sumber:

Diketik ulang dari Majalah al Furqon Edisi 09 Thn.XIII, Robi’uts Tsani 1430/April 2009, Hal.57-58

Link Terkait:

  1. Download Audio: “Polemik Perayaan Maulid Nabi – Ustadz Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi Hafizhahullah
  2. Menjawab Syubhat-Syubhat Perayaan Maulid Nabi – Ustadz Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi Hafizhahullah
  3. Mengkritisi Sejarah Perayaan Maulid Nabi – Ustadz Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi Hafizhahullah
  4. Barzanji Kitab Induk Peringatan Maulid Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
  5. Peringatan Maulid Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam Menurut Syari’at Islam – Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas Hafizhahullah

Dipublikasikan kembali oleh : Al Qiyamah – Moslem Weblog

Posted on Februari 5, 2011, in Kisah Tidak Nyata and tagged , , , , , . Bookmark the permalink. 18 Komentar.

  1. Assalamu’alaikum Warahmatullohi Wabarakatuh.
    Perayaan Maulid Nabi memang banyak digandrungi oleh masyarakat (kebanyakan masyarakat awam,pen) hal dapat dibuktikan dengan antusias mereka memperingatinya dengan berbagai cara dan kegiatan yang di atasnamakan perintah agama, itu sungguh ironis. Yang semakin sulit untuk memberantas itu adalah adanya sifat ashobiya terhadap tokoh/kiyai yang biasanya jebolan pondok, kalau ada orang yang bukan jebolan pondok mengatakan bahwa maulid nabi sesat dan bid’ah, mereka langsung bilang Kyia anu dan tokoh anu tidak melarangnya, sekarang yang perlu kita pikirkan bagaimana cara menghilangkan sifat ashobiyah itu pada masyarakat khususnya masyarakat awam agama.
    Dengan ini kami mohon cara yang baik dan syar’i tanpa harus menghilangkan toleransi agar bisa menjelaskan kepada msyarakat tentang Peringatan Maulid Nabi, Wassalam.

  2. KENALILAH WAHABI DENGAN CIRI-CIRI:
    1. Suka Membid’ahkan Bahkan Mengkafirkan
    2. Suka Memutarbalikkan Fakta Dan Sejarah Seperti Yang Tersebut Diatas.
    Inilah Sejarah Lain Tentang Shalahuddun Al-Ayyubi Dan Maulid Nabi Besar Sayyidina Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam

    Hikmah Maulid Nabi Muhammad
    Oleh:
    Auki Akbar, Ali Yahya, Anom Yusuf, Rizki Tian Bahari dan Rahmatan Zuhri PS
    SMPN-I Kota Bengkulu
    Pendahuluan
    Maulid Nabi Muhammad, saw adalah sebuah upacara atau peringatan untuk mengenang lahirnya Nabi Muhammad, saw. Nabi Muhammad merupakan penyebar agama islam. Dalam hidupnya, dia memiliki perilaku yang baik, sehingga disebut sebagai uswatun hasanah (contoh teladan yang baik).
    Ide maulid nabi terjadi pada saat Salahudin (berasal dari suku Ayyub) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji. Ia menghimbau agar jemaah haji setelah kembali ke kampungnya masing-masing mensosialisasikan perayaaan Maulid Nabi. Salahuddin menyatakan bahwa mulai tahun 580 H (1184 M), setiap 12 Rabiul-awal, dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dan diisi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat juang umat Islam. Salahuddin ditentang oleh para ulama, sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama hanya ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid’ah yang terlarang.
    Dampak Maulid Nabi Muhammad SAW
    Salahuddin Al Ayyubi dalam literatur sejarah Eropa dikenal dengan nama Saladin berasal dari dinasti Ayyub (setingkat gubernur). Ia memerintah dari tahun 1174-1193 M atau 570-790 H. Ia bukanlah orang Arab melainkan dari suku Kurdi. Pusat kesultanannya berada di kota Qahirah (Kairo), Mesir. Daerah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suirah dan Semenanjung Arabia. Pada masa itu, dunia Islam sedang mendapatkan serangan gelombang demi gelombang dari berbagai bangsa Eropa (Perancis, Jerman, Inggris). Inilah yang dikenal dengan Perang Salib atau the Crusade. Pada tahun 1099 laskar eropa merebut Yerusalem. Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan (jihad) (sama seperti sekarang), dan persaudaraan (ukhuwah) (sama sepaerti sekarang), sebab secara politis terpecah belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan, meskipun khalifah tetap satu, yaitu Bani Abbas di bagdad, sebagai lambang persatuan spiritual.
    Guna menghidupkan jihad umat Islam untuk merebut kembali Yerusalem, Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah di Bagdad yakni An-Nashir agar umat Islam di seluruh dunia merayakan hari lahir Nabi Muhammad saw. Menurut salahuddin semangat juang umat islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada nabi mereka. Ternyata ide yang dilontarkan salahuddin ini disambut baik oleh khalifah. Maka, pada musim ibadah haji bulan dzulhijjah 579 H (1183 M), salahuddin sebagai penguasa baramain (dua tanah suci, Mekah dan madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jamaah haji. Ia menghimbau agar jemaah haji setelah kembali ke kampungnya masing-masing mensosialisasikan perayaan Maulid Nabi. Salahuddin menyatakan bahwa mulai tahun 580 H (1184 M), setiap tanggal 12 Rabiul-Awal, dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dan diisi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat juang umat Islam.
    Salahuddin ditentang oleh para ulama, sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama hanya ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid’ah yang terlarang.
    Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan salahuddin itu menimbulkan efek yang luar biasa. Semangat umat Islam untuk berjihad bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 H) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa. Dibawah kepemimpinannya, perang salib diakhiri dengan sedikit korban. Tak seperti tentara salib yang menduduki Jerusalem dan membunuh semua muslin yang tersisa, pasukan Salahuddin mengawal umat Kristen dan memastikan jiwa mereka selamat saat keluar Jerusalem. Begitulah akhlak Islam dalam perang yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.
    Maulid Kotekstual
    Berangkat dari latar belakang histories maulid tersebut, jelas bahwa maulid itu sangat bergantung kepada konteks. Jika dahulu Salahuddin berhadapan dengan tentara salib, bagaimana dengan kondisi umat Islam sekarang? Untuk itu diperlukan kejelian dalam melihat permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam saat ini. Diantara persoalan besar yang dihadapi adalah kemelaratan, kemiskinan dan kebodohan serta perpecahan di tubuh umat Islam yang terkadang berakhir dengan konflik berdarah. Keempat persoalan tersebut adalah masalah klasik yang belum terpecahkan sampai detik ini. Adapun amsalah kontemporer yang dihadapi oleh umat adalah terorisme, kekerasan atas nama agama, tatanan dunia yang tidak adil, korupsi, narkoba, judi, pornografi, nepotisme, dan hal-hal lain yang berbau takhayul. Isu-isu ini semstinya diangkat oleh mubaligh, ustaz, da’I ke permukaan dan dibicarakan dalam peringatan Maulid Nabi. Syukur-syukur kita mampu menemukan jalan keluarnya. Adalah lebih baik, jika dari sebuah peringatan maulid kita dapat melahirkan sebuah aksi nyata atau program yang kongkrit yang bisa langsung dirasakan masyarakat seperti pemberdayaan di bidang pendidikan dan ekonomi. Pemberdayaan di dua bidang ini mempunyai peran sentral dalam menangkis umat dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Kebodohan dan kemiskinan umat Islam ini mesti secepatnya dihilangkan karena dua hal ini merupakan satu faktir utama yang menjerambabkan umat Islam dalam aksi kekerasan atau terorisme, perbuatan meluluhlantakan citra Islam sebagai agama damai di tengah percaturan politik global. Jika maulid tidak lagi kontekstual, tidak mempunyai daya pecut menggugah semangat juang kita untuk melakukan langkah kongkret bagi kemjuan dan kemakmuran, hanya sebatas emosional saja, sangat dikhawatirkan umat islam akan terlempar pada romantisme sejarah. Perlahan namun pasti kita pun mengkultuskan Nabi Muhammad saw sebagai orang suci yang memiliki keistimewaan ketuhanan. Padahal, Al Qur’an menyebutkan bahwa Nabi Muhammad saw itu adalah manusia biasa (QS Al-Kahfi 18:110). Penegasan Al Qur’an ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad itu adalah manusia biasa seperti manusia lainnya. Hanya saja bedanya Nabi Muhammad saw itu mendapat wahyu dari Allah sebagai utusan Allah kepada umat manusia. Rasulullah berhasil melepaskan diri dari jerat hawa nafsu dan tampil sebagai insane al-kamil, manusia yang senantiasa hidup dalam tuntunan nilai-nilai Ilahi.
    Kesimpulan
    Maulid nabi Muhammad bukanlah bid’ah yang terlarang karena dengan adanya Maulid Nabi itu masyarakat dapat memperkuat imannya. Saat ini, banyak manusia yang telah melakukan perbuatan tercela. Perbuatan tercela ini berasal dari ketidaktaatan manusia kepada Alalh swt. Salah satu cara untuk mempertahankan akhlak yang baik pada umat Islam adalah merayakan hal-hal yang bernuansa Islami seperti Maulid Nabi.
    Sumber: http://yahyaali.wordpress.com/2009/05/08/hikmah-maulid-nabi-muhammad/

    Perang Salib, Shalahuddin dan Peringatan Maulid

    Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS Al Ahzab [33]: 21).
    Setiap Rabi’ul Awwal, umat Muslim sibuk menyiapkan varian agenda dalam rangka memperingati kelahiran Rasulullah SAW yang jatuh pada tangal 12 Rabi’ul Awal. Namun tak ada yang tahu, apa semangat digagasnya peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang pertama kali dilakukan Shalahuddin Al-Ayyubi, panglima perang Mesir.
    Ia mengusulkan ide itu pada Sultan Mesir, Muzaffar ibn Baktati, yang terkenal arif dan bijaksana. Ia sangat menghormati sosok Shalahuddin, yang di kemudian hari membawa kemenangan bagi tentara Muslim dalam Perang Salib.
    Shalahuddin juga merupakan panglima Islam di masa Khalifah Muiz Liddinillah dari dinasti Bani Fathimiyah di Mesir (berkuasa 365 H/975 M).
    Gagasan Shalahuddin sederhana. Pada masa itu masjid Al Aqsha diambil alih dan diubah menjadi gereja. Kondisi tersebut diperparah oleh keadaan pasukan Islam yang mengalami penurunan ghirah perjuangan dan renggangnya ukhuwah Islamiyah.
    Dari situlah Shalahuddin memiliki gagasan untuk menghidupkan kembali semangat juang dan persatuan umat dengan cara merefleksikan dan mempertebal kecintaan kepada Rasulullah. Selanjutnya digelarlah peringatan Maulid Nabi yang disambut luar biasa oleh seluruh kaum Muslimin kala itu. �Semangat Shalahuddin untuk memperingati Mauild Nabi dalam rangka mengajak ummat Islam untuk back to Quran dan Sunnah. Akhirnya peperangan dimenangkan oleh pasukan Islam. Peringatan Maulid ini banyak manfaatnya,� jelas ketua Majelis Ulama Indonesia, KH Syukri Zakrasyi.
    Apa yang digelorakan Shalahuddin membuahkan hasil di kemudian hari. Jerusalem berhasil direbut. Di bawah kepemimpinannya, Perang Salib diakhiri dengan sedikit jumlah korban. Tak seperti saat tentara Kristen menduduki Jerusalem dan membunuh semua Muslim yang tersisa, pasukan Shalahuddin mengawal umat Kristen dan memastikan jiwa mereka selamat saat keluar dari Jerusalem. Begitulah akhlak Islam seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW. Tidak mentang-mentang menang dan berkuasa, maka bebas melakukan penindasan.
    Muslim Indonesia pantas meniru sejarah Rasulullah dan sejarah lahirnya peringatan maulid Nabi. Sedikit banyak, situasi Muslim saat ini hampir sama dengan situasi umat Islam masa Shalahuddin Al-Ayubi. Selain terpuruk secara politik, ekonomi, sosial, budaya, dan akidah, juga tidak ada kebanggaan sebagai Muslim.
    Berkaca lagi pada pribadi Nabi SAW, itulah semangat yang diusung Shalahuddin. Itu pula agaknya yang harus kita lakukan saat ini. ”Dalam kondisi bangsa yang penuh ujian seperti sekarang ini, sangat pantas jika kita melihat figur Rasulullah SAW terutama dalam membangun masyarakatnya yang berlandaskan nilai-nilai Ilahi. Beliau itu memiliki akhlak yang sangat terpuji: jujur, tanggungjawab dan kebersamaan,” ujar Prof Dr KH Didin Hafidhuddin Msc, direktur Pasca Sarjana Univeristas Ibnu Khaldun Bogor. (dam/RioL)
    Perang Salib
    Perang keagamaan antara umat Kristen Eropa dan umat Islam Asia selama hampir dua abad (1096-1291) dikenal dengan nama Perang Salib. Perang itu terjadi sebagai reaksi umat Kristen terhadap umat Islam.
    Sejak tahun 632, sejumlah kota penting dan tempat suci umat Kristen dikuasai oleh umat Islam. Akibatnya, umat Kristen merasa terganggu ketika hendak berziarah ke kota suci Yerusalem. Umat Kristen tentu saja ingin merebut kembali kota itu. Perang itu disebut Perang Salib karena pasukan Kristen menggunakan tanda salib sebagai simbol pemersatu dan untuk menunjukkan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci.
    Faktor utama penyebab terjadinya Perang Salib adalah agama, politik dan sosial ekonomi. Faktor agama, sejak Dinasti Seljuk merebut Baitulmakdis dari tangan Dinasti Fatimiah pada tahun 1070, pihak Kristen merasa tidak bebas lagi menunaikan ibadah ke sana. Hal ini disebabkan karena para penguasa Seljuk menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap mempersulit mereka yang hendak melaksanakan ibadah ke Baitulmakdis. Bahkan mereka yang pulang berjiarah sering mengelu karena mendapatkan perlakuan jelek oleh orang-orang Seljuk yang fanatik. Umat Kristen merasa perlakuan para penguasa Dinasti Seljuk sangat berbeda dengan para penguasa Islam lainnya yang pernah menguasai kawasan itu sebelumnya.
    Faktor politik, dipicu oleh kekalahan Bizantium –sejak 330 disebut Konstantinopel (Istambul)– di Manzikart (Malazkirt atau Malasyird, Armenia) pada tahun 1071 dan jatuhnya Asia Kecil ke bawah kekuasaan Seljuk terlah mendorong Kaisai Alexius I Comnenus (Kaisar Constantinopel) untuk meminta bantuan kepada Paus Urbanus dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah pendudukan Dinasti Seljuk.
    Di lain pihak, kondisi kekuasaan Islam pada waktu itu sedang melemah, sehingga orang-orang Kristen Eropa berani untuk ikut mengambil bagian dalam Perang Salib. Ketika itu Dinasti Seljuk di Asia Kecil sedang mengalami perpecahan, Dinasti Fatimiah di Mesir dalam keadaan lumpuh, sementara kekuasaan Islam di Spanyol semakin goyah. Situasi semakin bertambah parah karena adanya pertentangan segitiga antara khalifah Fatimiah di Mesir, khalifah Abbasiyah di Baghdad dan amir Umayyah di Cordoba yang memproklamirkan dirinya sebagai penguasa Kristen di Eropa untuk merebut satu persatu daerah-daerah kekuasaan Islam, seperti Dinasti-dinasti kecil di Edessa dan Baitulmakdis.
    Sementara faktor sosial ekonomi dipicu oleh pedagang-pedagang besar yang berada di pantai timur Laut Tengah, terutama yang berada di kota Venezia, Genoa dan Pisa, berambisi untuk menguasai sejumlah kota-kota dagang di sepanjang pantai Timur dan selatan Laut Tengah untuk memperluas jaringan dagang mereka. Untuk itu mereka rela menanggung sebagian dana perang Salib dengan maksud menjadikan kawasan itu sebagai pusat perdagangan mereka apabila pihak Kristen Eropa memperoleh kemenangan.
    Sejarawan Philip K Hitti penulis buku The History of The Arabs membagi Perang Salib ke dalam tiga periode. Periode pertama disebut periode penaklukkan daerah-daerah kekuasaan Islam. pasukan Salib yang dipimpin oleh Godfrey of Bouillon mengorganisir strategi perang dengan rapih. Mereke berhasil menduduki kota suci Palestina (Yerusalem) tanggal 7 Juni 1099. Pasukan Salib ini melakukan pembantaian besar-besaran selama lebih kurang satu minggu terhadap umat Islam tanpa membedakan laki-laki dan perempuan, anak-anak dan dewasa, serta tua dan muda. Kemenangan pasukan Salib dalam periode ini telah mengubah peta dunia Islam dan situasi di kawasan itu.
    Periode kedua, disebut periode reksi umat Islam (1144-1192). Jatuhnya daerah kekuasaan Islam ke tangan kaum Salib membangkitkan kesadaran kaum Muslimin untuk menghimpun kekuatan guna menghadapi mereka. Di bawah komando Imaduddin Zangi, gubernur Mosul, kaum Muslimin bergerak maju membendung serangan kaum Salib. Bahkan mereka berhasil merebut kembali Allepo dan Edessa. Keberhasilan kaum muslimin meraih berbagai kemenangan, terutama setelah muculnya Salahuddin Yusuf al-Ayyubi (Saladin) di Mesir yang berhasil membebaskan Baitulmakdis (Jerusalem) pada 2 Oktober 1187, telah membangkitkan kembali semangat kaum Salib untuk mengirim ekspedisi militer yang lebih kuat.
    Periode ketiga, berlangsung tahun 1193 hingga 1291 ini lebih dikenal dengan periode kehancuran di dalam pasukan Salib. Hal ini disebabkan karena periode ini lebih disemanganti oleh ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan dan sesuatu yang bersifat material dari pada motivasi agama.
    Sumber: http://swaramuslim.com/galery/more.php?id=A5536_0_18_0_M

  3. ijin copy paste

  4. nohon copy dan paste utk dishare ke temen. Insya Allah tetap comitted kaidah ilmiyah dan tanpa tujuan komersial.

  5. Wahabi adalah antek yahudi generasi Dajjal ….
    Jangan ikuti wahabi karena aqidah mereka benar-benar sesat aqidah mereka hampir sama dengan golongan mutasyabih …ikutilah Aqidah Asy-ariyah aqidah yang dianut oleh jumhur(mayoritas Ulama)… Dan ingatlah imam yang anda agung-agungkan Ibnu Taimiyyah telah bertaubat pada akhir hayatnya dan mendukung peringatan maulid Nabi (silakan anda baca di kitab-kitab beliau).

    • wah…ada informasi baru nich….. kepada “anti-wahabi” mohon bantuannya untuk menunjukkan tulisan Ibnu Taimiyyah yang menerangkan beliau ruju’ atau taubat dari pemahaman awal beliau. Judul kitabnya apa dan di bagian/bab apa beliau bicara tentang hal ini. Sehingga saya yang baru belajar agama ini mudah melacak referensi yang anda sebutkan tersebut. Smoga informasi dari anda nantinya berguna bagi kita semua.

    • Go Wahaby….!!!!!
      Go Wahaby….!!!!!

      ayo teruskan Jihadmu dengan Ilmu…..!!!!
      sebarkan da’wahmu dengan Ilmu…..!!!!
      dan biarkan orang-orang bodoh itu berbicara tanpa ilmu…..!!!!!

      Vote for Wahaby, Ibn Taimiyah, Albany, Ibn Baz, Ibn Utsaimin…!!!!

  6. artikel ini berlandaskan wahabi.
    wahabi didirikan oleh penghuni kampung badui yang paling lambat masuk islam yaitu an najd
    kota yang paling banyak melahirkan nabi palsu, nabi sendiri menyebutnya sebagai tanduk setan. jadi secara psikologi kaum wahabi adalah ortodoks dalam berfikir tapi keras kepala karena didukung oleh penguasa. karena pergerakan wahabi yang menentang pertama adalah khalifah usmaniyah di turki yang notabene bermzhb hnbali dan sufi berkembang pesat disna, akibatnya dendam dgn kaum sufi

  7. subhanalloh….Good job ijin share and tag…..

  8. Saya mau tanya waktu jaman nabi udah ada sekolah ato pesantren buat belajar agama gak..? Sudah udah ada kitab2 agama yg di tulis para ulama? Trus apa jaman rosullullah udah ada yg naman’ya golongan syiah ato golongan wahabi dan lain2..? Klo blom ada berarti bidah smua donk.. Trus sekarang berarti kita semua ahli bidah dong..

  1. Ping-balik: Maulid Nabi? Padahal Ulama pun berselisih tentang tanggal lahirnya « Pustaka Dokter Muslim

  2. Ping-balik: Tweets that mention Benarkah Sholahuddin al-Ayyubi Pencetus Perayaan Maulid Nabi? « Al Qiyamah – Moslem Weblog -- Topsy.com

Tinggalkan komentar