Daily Archives: Agustus 14, 2008

Hamzah bin Abdul Muththalib radhiyallahu ‘anhu

Pada tahun tiga hijriah, tepatnya di pertengahan bulan syawal, berkecamuklah perang Uhud, antara kaum muslim yang dipimpin oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam dengan kaum kuffar Mekkah. Dalam peperangan menegakkan kalimatulhaq ini, banyak dari kalangan shahabat Nabi Shalallahu alaihi wa salam yang mendapatkan anugerah Syahaadah. Menurut perhitungan ulama sirah, Ibnu Ishaq rahimahullah, tercatat 65 shahabat Rasulullah yang menemui syahid. Peperangan ini disulut oleh kaum musyrikin Mekkah yang ingin menuntaskan dendam kekalahan mereka atas kaum muslimin di perang Badr yang terjadi pada tahun sebelumnya. Adapun pada perang Uhud ini Allah Ta’ala menakdirkan kekalahan bagi kaum muslimin, setelah sebelumnya kemenangan sudah di depan mata.

Berikut ini, sebagian nama nama shahabat Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam dari kalangan muhajirin yang menemui syahid tersebut kami ulas secara ringkas. Diadaptasi dari risalah Syuhadaa Uhud alladziina DzakarahumullahuIbnu Ishaq fii Maghaazihi, karya Dr. Muhammad bin Abdullah bin Ghabbaan ash-shubhi, Majallatul-Jami’atil-Islamiyyah, Madinah, KSA, Edisi 124, th XXXVI, 1424 H. Diterjemahkan oleh M Rizal dan M. Ashim. Selamat menyimak. Read the rest of this entry

Ja’far Bin Abi Talib radhiyallahu ‘anhu

SOSOK MUJAHID DARI KALANGAN AHLUL BAIT

Dan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam pun bersedih atas kematiannya…

Dari Zaid bin Arqom rodhiyallohu ‘anhu bahwasannya Nabi Shollallohu ‘Alahi Wa Sallam pernah berkhutbah di tengah-tengah para sahabatnya lalu beliau berpesan tentang kitabulloh (al-Qur’an) dan menyuruh supaya berpegang teguh kepadanya. Kemudian beliau bersabda, “Dan ahlul baitku, aku ingatkan kalian kepada ALLOH tentang ahlul baitku, aku ingatkan kalian kepada ALLOH tentang ahlul baitku, aku ingatkan kalian kepada ALLOH tentang ahlul baitku.” Hushoin -seorang tabi’in yang menemui Zaid- berkata, “Siapakah Ahlul baitnya wahai Zaid? Bukankah para istri beliau juga termasuk aglul baitnya?” Zaid menjawab, “Para istri beliau termasuk ahlul baitnya. Tetapi ahlul baitnya juga adalah siapa yang haram menerima sedekah sepeninggal beliau.” Hushoin bertanya, “Siapakah mereka itu?” Zaid menjawab, “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Ja’far, keluarga ‘Aqil, dan keluarga ‘Abbas.” Hushoin bertanya, “Mereka semua diharamkan menerima sedekah?” Zaid menjawab, “Benar.” (HR. Muslim)

Dia adalah seorang tokoh terkemuka, pahlawan Islam, mujahid yang gagah berani, Abu Abdullah, putra paman Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam, saudara Ali bin Abi Thalib yang lebih tua sepuluh tahun darinya. Ja’far bin Abi Thalib pernah hijrah sebanyak dua kali. Ia hijrah dari Habasyah ke Madinah, lalu menemui kaum Muslim pada saat mereka berada di Khaibar setelah dianiaya. Dia kemudian tinggal di Madinah selama beberapa bulan. Setelah itu Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam mengangkatnya menjadi pemimpin tentara sayap kanan dalam perang Muktah, hingga akhirnya meninggal sebagai syahid. Pada saat kedatangannya, Rosululloh Shollallohu ‘Alahi Wa Sallam sangat bergembira, namun ketika dia meninggal beliau sangat sedih.

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, dia berkata, “Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam pernah mengutus kami menemui Raja Najasyi dalam jumlah delapan puluh orang, diantaranya aku (Ibnu Mas’ud), Ja’far, Abu Musa, Abdullah bin Urfithah, dan Utsman bin Madz’un. Sementara orang-orang Quraisy mengutus Amr bin Ali Ash dan Umarah bin Al Walid dengan membawa hadiah. Mereka kemudian datang menemui Raja Najasyi. Ketika masuk mereka berdua bersujud dan menghormat kepadanya, lalu salah satu dari mereka duduk di sebelah kanan sedangkan yang lain di sebelah kiri. Mereka berdua berkata, ‘Sesungguhnya ada sekelompok kaum yang melarikan diri ke daerahmu lantaran benci kepada agama kami.’ Mendapat laporan tersebut, Raja Najasyi berkata, ‘Di mana mereka?’ Mereka berdua menjawab, ‘Mereka ada di daerahmu.’

Selanjutnya Raja Najasyi mengirim pasukannya untuk mencari mereka dan Ja’far berkata, ‘Aku adalah pimpinan kalian maka ikutlah.’ Mereka kemudian masuk dan mengucapkan salam, lalu berkata, ‘Mengapa kamu tidak bersujud kepada raja?’ Dia menjawab, ‘Kami hanya bersujud kepada ALLOH.’ Mereka berkata, ‘Mengapa begitu?’ Dia menjawab, ‘Karena ALLOH telah mengutus kepada kami seorang Rosul yang memerintahkan kami untuk tidak bersujud kecuali hanya kepada ALLOH dan memerintahkan untuk mengerjakan sholat serta zakat.’

Setelah itu Amr menyela, “Sesungguhnya mereka menentangmu dalam hal Isa dan ibunya.’ Mereka berkata, ‘Apa yang kamu ketahui tentang Isa dan ibunya?’ Ja’far menjawab, ‘Kami mengetahui seperti apa yang difirmankan ALLOH, bahwa dia adalah roh ALLOH dan tanda-tanda kebesaran-Nya yang dititipkan pada seorang gadis suci yang belum pernah disentuh oleh seorang lelaki pun.’

Mendengar itu Raja Najasyi lalu mengangkat tongkatnya dari tanah seraya berkata, ‘Wahai penduduk Habsyi, para pendeta, dan paderi, apakah yang kalian inginkan? Ternyata mereka tidak berbuat jelek kepadaku! Aku bersaksi bahwa dia adalah utusan ALLOH dan dialah orang yang diberitahukan oleh Isa di dalam kitab Injil. Demi ALLOH, seandainya aku bukan seorang raja maka aku akan datang kepadanya dan membawakan alas kakinya lalu membersihkannya.’ Raja Najasyi lantas berkata, ‘Tinggalah dan lakukan sesuka kalian.’

Raja itu lalu menyuruh untuk mengembalikan hadiah itu kepada mereka berdua.”

Setelah itu Ibnu Mas’ud bergegas menceburkan diri ke dalam perang Badar.

Diriwayatkan dari Khalid bin Syumair, dia berkata, “Suatu ketika Abdullah bin Rabah datang kepada kami saat orang-orang mengerumuninya. Dia berkata, ” Abu Qotadah telah menceritakanb kepada kami bahwa Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam pernah mengutus beberapa pemimpin pasukan, dan beliau bersabda, “Yang akan memimpin kalian adalah Zaid, jika dia gugur maka diganti oleh Ja’far, jika dia gugur maka diganti oleh Ibnu Rawahah.” Lalu Ja’far melompat seraya berkata, “Sumpah, mengapa Zaid diletakkan sebelumku?” Syumair berkata, “Lakukan saja, karena kamu tahu mana yang lebih baik.” Pasukan pun berangkat dengan berserah diri sepenuhnya kepada ALLOH. Setelah itu Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam naik mimbar dan menyuruh untuk mengumandangkan adzan untuk sholat berjama’ah. Beliau kemudian bersabda, “Maukah kalian aku beritahukan tentang tentara kalian? Sesungguhnya mereka sedang menghadapi musuh, Zaid telah gugur dan mati syahid, maka mintakan ampunan untuknya. Ja’far kemudian mengambil bendera dan menyerang hingga dia juga terbunuh. Kemudian Ibnu Rawahah mengambil benderanya dan pada saat itu telapak kakinya terasa berat hingga dia gugur dan mati syahid. Setelah itu Khalid mengambil benderanya dan pada saat itu dia bukan pemimpin pasukan, tetapi dia sendiri yang mengangkat dirinya sebagai pemimpin.”

Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam lalu mengangkat kedua jarinya seraya berdo’a, “Ya ALLOH dia adalah salah satu pedang dari pedang-pedangMu, maka tolonglah dia.” Pada hari itulah Khalid bin Walid dijuluki saifulloh (pedang ALLOH).

Beliau lalu bersabda, “Berangkatlah kalian, bantulah saudara-saudara kalian dan jangan ada seorang pun yang tertinggal!”

Orang-orang pun berangkat walaupun dalam cuaca yang sangat panas. Ibnu Ishaq berkata, Yahya bin Abbad bercerita dari Ayahnya, dia berkata, “Ayahku yang telah merawatku menceritakan kepadaku -dia berasal dari bani Murrah bin Auf-, dia berkata, “Aku melihat Ja’far pada waktu Perang Mut’ah terlihat seperti orang yang turun dari kuda lalu dia menyembelih kudanya itu lantas maju menyerang hingga akhirnya terbunuh.”

Ibnu Ishaq berkata, “Dialah sahabat pertama yang melakukan penyembelihan dalam Islam, seraya berkata, ‘Betapa indah dan dekatnya surga. Segar dan dingin minumannya. Siksaan orang-orang Romawi telah dekat. Seandainya aku bertemu, aku akan membunuhnya.’”

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata, “Kami semua kehilangan Ja’far pada saat perang Mut’ah. Kami kemudian menemukan jasadnya dalam keadaan tertikam dan terhujam anak panah dalam jumlah kurang lebih 90 buah. Kita mendapati semua luka itu di bagian depan tubuhnya.”

Diriwayatkan dari Asma’, dia berkata, “Rosululloh Shollallohu ‘Alahi Wa Sallam masuk rumahku kemudian memanggil anak-anak Ja’far. Aku melihatnya menciumi mereka, sedangkan kedua matanya mengalirkan air mata, maka aku berkata, ‘ Wahai Rosululloh, apakah engkau telah mendengar berita tentang Ja’far?’ Beliau menjawab, ‘Ya, Ja’far telah terbunuh pada hari ini.’ Seketika itu juga kami menangis, sedangkan beliau pulang seraya berkata, ‘Buatkan makanan untuk keluarga Ja’far, karena mereka sibuk dengan diri mereka sendiri.’

Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, “Ketika Ja’far meninggal, terlihat kesedihan di wajah Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam.”

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Rosululloh Shollallohu ‘Alahi Wa Sallam bersabda, ‘Aku melihat Ja’far bin Abi Thalib seperti malaikat di surga, telapak kakinya berlumuran darah dan terbang menuju surga.’

Diriwayatkan dari Muhammad bin Usamah bin Zaid, dari ayahnya, dia berkata, “Dia pernah mendengar Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam berkata kepada Ja’far, ‘Bentuk wajahmu serupa dengan wajahku, dan akhlakmu juga serupa dengan akhlakku, karena kamu berasal dariku dan termasuk keturunanku.’ “

As-Sya’bi berkata, “Jika Ibnu Umar mengucapkan salam kepada Abdullah bin Ja’far, maka dia berkata, ‘Semoga keselamatan tetap atasmu wahai anak orang yang memiliki dua sayap.’ “

Ja’far masuk Islam setelah tiga puluh satu orang sahabat lainnya masuk Islam.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, “Tidak ada seorang pun yang memakai alas kaki dan tidak seorang pun yang menaiki tunggangan setelah Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam, yang lebih baik dari Ja’far bin Abi Thalib.”

Maksudnya dalam kedermawanan dan kemuliaan.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, “Kita menamakan Ja’far dengan Abu Al Masakin (ayahnya orang-orang miskin). Suatu ketika kami datang ke rumahnya, ternyata dia tidak mempunyai apa-apa untuk disuguhkan kepada kami. Dia lalu mengeluarkan wadah bekas madu, lalu disuguhkan kepada kami. Kami pun meraihnya dan menjilatinya.”

Disarikan dari: “Ringkasan Syiar A’lam an-Nubala” karya Imam Adz-Dzahabi rohimahullohu. Dengan sedikit penambahan dari redaksi

Masruq Bin Al-Ajda’

Potret Ulama Takwa, Wara’ Dan Zuhud

Beliau pernah berguru kepada kalangan ulama shahabat rhum, seperti Abdullah bin Mas’ud, ‘Ali dan ‘Aisyah. Beliau seorang yang zuhud, wara’ dan ahli ibadah.

Nama Dan Kelahirannya

Beliau bernama Masruq bin al-Ajda’ al-Hamadani al-Wadi’i, Abu ‘Aisyah al-Kufi.

Al-Hafizh Abu Bakar al-Khathib berkata, “Ada yang mengatakan, ia dulu pernah dicuri (diculik) saat masih kecil lalu diketemukan, maka kemudian dinamai dengan Masruq (orang yang dicuri/diculik). Tidak seorang ulama pun yang menyebutkan dengan jelas kelahirannya. Mereka hanya menyatakan bahwa ia wafat pada tahun 62 H atau 63 H.

Pujian Ulama Terhadapnya

Dari ‘Amir asy-Sya’bi, ia berkata, “Aku tidak mengetahui ada seorang pun yang lebih gandrung dengan menuntut ilmu di seluruh jagad ini dari Masruq.” Read the rest of this entry